Pemeliharaan
al-Qur’an dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu: dengan cara menghafal dan
dengan cara menulis atau mengkondifikasikannya. Dalam literatur ulumul Qur’an
dua metode ini dikenal dengan istilah jam’u al-Qur’an yang terjemahan bebasnya
dapat berarti pengumpulan Al-Qur’an.
Pemeliharaan
Al-Qur’an pada masa Nabi saw. Pada masa ini dilakukan dengan cara hafalan
seperti yang dilakukan oleh Nabi sendiri dan diikuti juga oleh para sahabatnya,
maupun secara penulisan yang dilakukan oleh para sahabat pilihan atas perintah
Nabi Muhammad Saw. Dalam hal ini, setiap nabi selesai menerima ayat-ayat
Al-Qur’an yang diwahyukan kepadanya, nabi lalu memerintahkan kepada para
sahabat tertentu untuk menuliskannnya disamping juga untuk menghafalnya.
Selain
itu perlu diakui pula bahwa bangsa arabpada masa turunnya Al-Qur’an berbeda
dalam budaya arab yang begitu tinggi, ingatan mereka sangat kuat dan hafalannya
cepat serta daya pikirnya begitu terbuka.
Begitu datang Al-Qur’an kepada mereka dengan struktur bahasa yang indah
dan luhur serta mengandung ajaran yang suci, mereka merasa amat kagum, dan
karenanya mereka mencurahkan kekuatan untuk menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka
putar haluan hafalannya dari bait-bait syair kepada Al-Qur’an yang menyejukkan
dan membangkitkan roh dan jiwa mereka.
Mereka
saling berlomba dalam membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Segala kemampuanya
dicurahkan untuk menguasai dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Kemudian juga
mengajarkannya kepada semua anggota keluarga (istri dan anak) serta anggota
masyarakat lainnya.
Adapun
terhadap umat islam yang lokasi perkampungannya jauh dari Rasulullah, diadakan
utusan untuk mengajar dan membacakan ayat-ayat Al-Qur’an yang diwahyukan serta
kandungan ajarannya. Mereka itu terdiri dari para ahli A-Qur’an, antara lain
seperti Mush’ab bin Umair dan Ummi Maktum. Keduanya diutus Nabi Saw. Kepada
penduduk madinah pada masa sebelum hijrah. Begitu pula Mu’adz bin Jabal diutus
Nabi Saw kepada penduduk kota Makkah pada masa sesudah hijrah.
Rasulullah
Saw. Senantiasa membakar semangatumatnya untuk menghidupkan gerakan
pemasyarakatan Al-Qur’an, hingga tidak seorangpun dari kalangan sahabat yang
awam terhadap Al-Qur’an yang menjadi pedoman hidup dan kehidupannya.
Ubadah
bin Shamit menceritakan:” apabila ada seorang yang masuk islam, maka Rasul
segera menetapkan seorang daripada sahabatnya untuk menjadi pengajar Al-Qur’an
baginnya.
Dengan
usaha seperti demikian, hampir seluruh sahabat Nabi hafal Al-Qur;an, dan sebagian
dari mereka telah menguasai Al-Qur’an dengan benar sesuai dengan makna dan
maksudnya yang diajarkan Rasul kepada mereka. Demikianlah Allah Swt.
Mengaruniakan kepada generasi pertama dari umat islam itu kekuatan yang luar
biasa.
Disamping
itu semua, Al-Qur’an juga telah dijadikan Allah Swt. Sebagai bacaan yang mudah
untuk diingat dan dihafal, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Qamar ayat 17
yang artinya:
“Dan
sesungguhnya telah kami mudahkan Al-Qur’an untuk pelajaran, maka adakah orang
yang mengambil pelajaran? (QS Al-Qamar : 17)
Dengan
demikian, maka memudahkan para sahabat pilihan yang hidup sezaman dengannya
sebagai penghafal Al-Qur’an, yang jumlah mereka tidak sedikit. Diantara para
penulis wahyu Al-Qur’an terkemuka adalah sahabat pilihan yang ditunjuk Rasul
dari kalanga orang yang terbaik dan indah tulisannya seperti empat orang yang
kemudian menjadi khalifah rasyidin ( Abu Bakar sidiq, Umar bin Khattab , Utsman
bin Affan Dan Ali bin Abu Tholib). Selain itu juga banyak dari kalangan sahabat
yang menuliskan Al-Qur’an atas kemauan mereka sendiri.
Penulisan
Al-Qur’an pada masa nabi itu tidak terkumpul dalam satu mushaf, yang ada pada
seseorang belum tentu dimiliki oleh orang lain. Akan tetapi yang jelas bahwa
disaat Rasulullah Saw. Berpulang kerahmatullah, Al-Qur’an telah dihafal dan
ditulis dalam mushaf. Denga wafatnya
Rasulullah, maka berakhirlah masa turunya Al-Qur’an. Kemudian Allah
mengilhamkan penulisnya kepada para khalifah ar-rasydin sesuai denga janji-Nya
yang benar kepada umat tentang jaminan pemeliharaan Al-Qur’an sepanjang jaman.