Belajar tidak hanya sebatas mengetahui apa yang harus kita lakukan, melainkan melakukan apa yang tidak kita ketahui.

sebelum anda mencoba sesuatu belajarlah

sukses akan datanng kepada mereka yang sibuk mencarinya

jangan menunda sampai besok hal yanng akan kita lakukan hari ini.

kata-katamu adalah kualitas dirimu dan kualitas dirimu iti adalah ukuran kesuksesan yang pantas kamu dapatkan

Free Flower Color Change2 Cursors at www.totallyfreecursors.com

Jumat, 08 Desember 2017

Dakwah Nabi Muhammad SAW Periode Madinah


Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah Setidaknya ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui umat Islam. Pertama, hijrah berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan diridai-Nya. Contohnya, semula siswa itu malas mengerjakan salat 5 waktu dan malas belajar. Kemudian dia membuang jauh sifat malasnya itu, sehingga ia menjadi siswa yang berdisiplin dalam salat lima waktu dan rajin dalam menuntut ilmu. Arti hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh setiap umat Islam. Rasuluilah SAW bersabda yang artinya: “Orang berhijrah itu ialah orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT” (H. R. Bukhari) Arti kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam), karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman dan kekerasan, sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M. Tujuan hijrahnya Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yatsrib (negeri Islam) adalah : Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yatsrib (Madinah), rumah beliau sudah dikepung oleh kaum kafir Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
Dakwah Rasulullah SAW Periode Madinah Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun, yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah sampai dengan wafatnva Rasulullah SAW tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijrah. Materi dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran Islam yang terkandung dalam 89 surah Makkiyah dan Hadis periode Mekah, juga ajaran Islam yang rerkandung dalam 25 surah Madaniyah dan hadis periode Madinah. Adapun ajaran Islam periode Mekah sudah dikemukakan dalam Bab 6 semester pertama buku ini. Sedangkan ajaran Islam yang rerkandung pada 25 surah Madaniyah dan hadis periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah sosial kemasyarakatan. Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang tidak termasuk bangsa Arab. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya untuk bangsa Arab tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia. Dakwah Rasulullab SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam) bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa.
Selain itu Rasulullah SAW dibantu oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan sesama umat Islam dan terbentuk masyarakar madani di Madinah. Usaha-usaha nyata Rasulullah SAW seperti tersebur akan dibahas pada sub pokok bahasan tentang strategi Rasulullah dalam membentuk masyarakat madani di Madinah. Mengenai dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Peperangan-peperangan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk membela diri kehormatan, dan harta. Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan kepada mereka yang hendak menganutnya. Untuk memelihara umat Islam agar tidak dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi. Setelah Rasulullah SAW dan para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam, bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga ke luar Jazirah Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuasaan mereka akan tersaingi
a.      Masysrakat Madinah Pra Islam
Sebelum Islam datang ke Madinah, Kota tersebut bernama Yatsrib. Madinah pun tidak memiliki pemimpin dan pemerintahan yang resmi. Pemerintahan kota MAdinah hanya terbatas pada pemerintahan kepala suku atas anggota sukunya. Akhirnya, suku tertentu hanya memikirkan untuk keuntungan suku itu sendiri dan mengindahkan permasalahan suku yang lain. Mereka juga sering bersaing untuk menanamkan pengaruh dalam masyarakat. Persaingan itupun sering menimbulkan peperangan. 
Kaum Yahudi merupakan golongan yang kuat di Madinah. Mereka menguasai perdagangan serta perekonomian Madinah. Yahudi juga menguasai lahan-lahan pertanian terbaik dan oase-oase Madinah. Jumlah mereka pun hampir separuh penduduk Madinah. Keadaan inilah yang membuat kaum Arab di Madinah menjadi gusar. 
Permusuhan antara kaum Arab dan kaum Yahudi di Madinah semakin tajam. kaum Yahudi sering menggunakan taktik adu domba dengan cara menyebarkan permusuhan diantara suku-suku Arab Madinah. Suku-suku Arab yang terkenal di Madinah adalah suku Aus dan suku Khazraj. Kedua suku ini diadu domba oleh kaum Yahudi sehingga timbul kebencian dan permusuhan diantara kedua suku tersebut. Puncak permusuhan itu terjadi perang Bu'ats. Dalam perang ini, suku Aus bersekutu dengan Bani Quraidzah dan Bani Nadir. Sedangkan SUku Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuqa. Perang ini terjadi pada tahun 618 M. 
Setelah perang usai, kedua susku tersebut menyadari akan kesalahan mereka. Perang hanya akan menimbulkan kerusakan serta bencana. KEdua suku itupun kemudian berdamai. Mereka mengangkat seorang pemimpin yaitu Abdullah bin Muhammad. Abdullah bin Muhammad adalah seorang dari suku Khazraj yang berpandangan luas. 
Akan tetapi, rencana tersebut tidak terlaksana karena beberapa orang dari suku Khazraj pergi menemui Rasulullah dan menerima Islam. Setiba mereka di Madinah, merekapun menyatakan keislaman mereka serta mengajak penduduk Madinah untuk memeluk Islam. Sejak itulah, nama Islam dan Muhammad menjadi bahan pembicaraan di Madinah. 
  
b.  Hijrah ke habsyi
Penindasan dan penyiksaan kafir kuraisi semakin keras, membuat nabi Muhammad SAW dan pengikutnya berfikir untuk menyelamatkan diri. Dalam kondisi tersebut, turunlah surat az-zumar yang berisi perintah hijrah.
Artinya: allah SWT berfirman katakanlah “hai hamba-hambaku yang beriman. Bertakwalah kepada tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik, didunia ini memperoleh kebaikan. Dan bumi allah itu adalah luas, sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang diciptakan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-zumar:10)
Nabi Muhammad SAW, memerintahkan kaum muslimin agar hijrah ke habbasyah, karena raja habasyah, ashimmah an-najasyi, adalah seorang raja yang adil. Maka bulan rajab tahun kelima kenabian, hijrahlah kelompokpertama terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang perempuan. Pemimpinnya usman bin affan,yang hijrah bersama istrinya syayyidah Rukayyah, putrid rasulullah SAW. Dan hijrah ke habbasyiah. Terjadi dua kali. Rukayyah kembali bersama suaminya, usman bin affan bergabung dengan kelompok hijrah kedua. Kafir quraisyi khawatir, akibat dari hijrah habasyah. Mereka takut islam keluar menyebar keluarmekah, dan nantinya mereka akan mendapat bantuan dan pertolongan dari luar mekah. Akhirnya kafir quraisyi mengirim dua orang utusan yang cerdas yaitu Abdullah bin abi rabi’ah dan amr bin al-ash bin wail as-sahmi. Mereka pun mengumpulkan hadiah-hadiah yang akan dibawa keduanya untuk an-najasyi. Mereka ingin merusak hubungan baik antara an-najasyi dan orang-oranng yang hijrah. Dua orang utusan kaum kuraisyi itu pergi kehabasyiah. Mereka menyerahkan hadiahnya kepada raja habasyah. Mereka meminta raja agar mengembangkan kepada mereka orang-orang yang meninggalkan agam mareka. Raja habasyah menolaknya dan sikapnya bahwa semua yang ada ditempatnya akan berada didalam perlindungannya dengan aman. Kedua utusan kembali kemekah, dengan tangan hampa dan memberitahu sikap raja habasyah.
c.       Persaudaraan Kaum Muhajirin Dan Anshar
  Secara umum, Islam menyatakan seluruh kaum muslimin adalah bersaudara sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Azza wa Jalla surat al-Hujurât/49 ayat 10, yang artinya: Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara. Konsekwensi dari persaudaraan itu, maka Islam mewajibkan kepada umatnya untuk saling tolong-menolong dalam al-haq. Namun yang menjadi fokus pembicaraan kita kali ini bukan persaudaraan yang bersifat umum ini, tetapi persaudaraan yang bersifat khusus antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Persaudaraan antara kaum Muhajirîn dan kaum Anshâr yang deklarasikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki konsekwensi lebih khusus bila dibandingkan dengan persaudaraan yang bersifat umum. Sebagaimana diketahui, saat kaum Muhajirin berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta. Sebagian besar harta mereka ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah. Ini jelas menjadi problem bagi mereka di tempat yang baru.
            Terlebih lagi, kondisi Madinah yang subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang. Keahlian mereka berdagang di Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah yang bertani. Tak pelak, perbedaan kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan juga kesehatan[1]. Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara itu, pada saat yang sama harus mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin tidak memiliki modal. Demikian problem yang dihadapi kaum Muhajirîn di daerah baru. Melihat kondisi kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan persaudaraan, maka kaum Anshâr tak membiarkan saudaranya dalam kesusahan. Kaum Anshâr dengan pengorbanannya secara total dan sepenuh hati membantu mengentaskan kesusahan yang dihadapi kaum Muhajirin. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka.
            Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu. Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali jatah makanan untuk anak-anak”. Orang Anshâr itu berkata: “Siapkanlah makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu, dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya, (yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.
            Bagaimanapun pengorbanan dan keikhlasan kaum Anshâr membantu saudaranya, namun permasalahan kaum Muhajirin ini tetap harus mendapatkan penyelesaian, agar mereka tidak merasa sebagai benalu bagi kaum Anshar. Disinilah tampak nyata pandangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Tempat deklarasi persudaraan ini -sebagian ulama mengatakan- di rumah Anas bin Mâlik,[2] dan sebagian yang lain mengatakan di masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempersaudarakan mereka dua dua, satu dari Anshar dan satu lagi dari Muhajirin. Imam Bukhâri meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu, ketika kaum Muhajirin baru tiba di Madinah, kaum Muhajirin bisa mewarisi kaum Anshâr karena persaudaraan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , sedangkan dzawil-arhâm (kerabat yang bukan ahli waris) tidak. Di antara contoh praktis buah dari persaudaraan yang dilakukan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kisah ‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu dengan Sa’ad bin Rabi’ Radhiyallahu anhu . Sa’ad Radhiyallahu anhu berkata kepada ‘Abdurrahmân Radhiyallahu anhu : “Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa ‘iddahnya, engkau bisa menikahinya”.
            Persaudaraan yang dijalin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus berlanjut. Ketika kaum Muhajirin sudah merasa biasa, tidak asing lagi, dan sudah mengetahui cara mencari nafkah, maka Allah Azza wa Jalla menggugurkan syariat waris-mewarisi dengan sebab tali persaudaraan seperti ini, namun tetap melanggengkan persaudaraan kaum mukminin. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu (juga). Peristiwa penghapusan saling mewarisi ini terjadi pada saat perang Badr. Ada juga riwayat yang menjelaskan terjadi pada saat perang Uhud. Ibnu Abbâs Radhiyallahu anhu menyebutkan, yang digugurkan adalah saling mewarisi, sedangkan tolong-menolong dan saling menasihati tetap disyariatkan.
d.      Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 hijrah ketika ibadah haji sudah di syariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi mekkah sangat bergelora. Nabi saw memimpin langsung sekitar 1400 orang kaum muslimin berangkat umrah pada bulan suci ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka mengenakan pakaian ikhram dan membawa senjata alakadarnya untuk menjaga diri, bukan untuk berperang. Sebelum tiba di mekkah, merekaberkemah di hudaybiyah yang terletak beberapa kilometer dari mekkah. Orang-orang kafir qurais melarang kaum muslimin masukke makkah dengan menempatkan sejumlah besar  tentara untuk berjaga-jaga. Akhirnya diadakanlah perjanjian hudaybiyah antara madinah dan mekkah yang isinya antara lain:
1.      Kedua belah pihak setuju untuk melakukan gencatan senjata selama 10 tahun
2.      Bila ada pihak qurais yang menyeberang ke pihak Muhammad ia harus di kembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad saw yangmenyebrang ke pihak qurais, pihak qurais tidak harus mengembalikkna ke pihka Muhammad
3.      Tiap kabillah bebas melakukan perjanjian baik dengan pihak Muhammad saw maupun pihak qurais
4.      Kaum muslimin belum boleh mengunjungi kakbah pada tahun tersebut, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya
5.      Jika tahun depan kaum muslimin memasuki kota mekkah, porang qurais harus keluar lebih dahulu
6.      Kaum muslimin memasuki kota mekkah dengan tidak di izinkan membawa senjata
Tujuan nabi Muhammad membuat perjanjian tersebut adalah berusaha merebut dan menguasai mekkah, untuuk kemudian dari sana menyiarkan islam ke daerah-daerah lain. Ada 2 faktor utama yang mendorong kebijaksanaan ini
Mekkah adalah pusat keagamaan bangsa arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa arab dalam islam, diharapkan islam dapat tersebar keluar,  Apabila suku qurais dapat diislamkan, maka islam akan  memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang qurais mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dikalangan bangsa arab, Setahun kemudian ibadah haji ditunaiukan sesuai perjanjian. Banyak orang-orang qurais yang masuk islam setelah menyaksikasn ibadah  haji yang dilakukan  kaum muslimin, sampai juga mnelihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat islam madinah

e.       Substansi Dakwah Nabi Muhammad Saw Di Madinah
Dakwah adalah kegiataan yang bersifat menyeru mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan garis aqidah syariat dan akhlak islam. Peristiwa hijrah nabi Muhammad saw ini terjadi pada 12 rabiul awal tahun pertama hijrah yang bertepatan dengan 28 juni 621 masehi. Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya nabi Muhammad saw dari mekkah kemadinah atas perintah allah, untuk memperluas wilayah penyebaran islam dan demi kemajuan islam itu sendiri. Rencana hijrah Rasullah di Awali karena adanya perjanjian antara nabi Muhammad saw dengan orang-orang yatsrib yaitu suku aus dan kazraj saat di mekah yang terdengar sampai ke kaum qurais hingga kaum qurais pun merencanakan untuk membunuh nabi Muhammad.
Pembunuhan ini di rencanakn melibatkan setiap suku. Setiap suku di awali oleh seorang pemuda yang terkuat. Rencana pembunuhan itu terdengar oleh nabi Muhammad saw, sehingga ia mertencanakan hijrah bersama sahabatnya, abu bakar. Abu bakar diminta mempersiapkan segala halk yang diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara ali bin abi thalib di minta untuk menggantikan nabi saw menempati tempat tidurnya agar kaum qurais mengira bahwa nabi sa sedang tidur.
f.       Fathu Makkah
Dalam salah satu pasal perjanjian Hudaibiyah disebutkan bahwa orang-orang bebas untuk bergabung dengan kelompok Muhammad atau golongan Quraisy. Maka, Bani Khuza’ah dengan senang hati bergabung dengan kepada Muhammad saw.[3] Dikisahkan setelah menandatangani perjanjian Hudaibiyah, bani Khuza’ah bersekutu dengan Rasulullah, sedangkan bani Bakr bersekutu dengan golongan Quraisy. Kedua suku tersebut pada masa jahiliyah sering terlibat dalam permusuhan dan pertumpahan darah. Ternyata api kedengkian masih menyala di hati bani Bakr, sehingga mereka memiliki hasrat untuk melancarkan serangan ke bani Khuza’ah dengan meminta bantuan kepada para pembesar Quraisy.[4]
Pada suatu malam, Bani Bakr menyerang Bani Khuza’ah yang tinggal di dekat sebuah mata air bernama al-Watir, mata air ini berada di daerah Makkah Hilir. Mereka dibantu oleh beberapa orang Quraisy, orang-orang Quraisy berkata: “Muhammad tidak akan mengetahui tindakan ini, dan semoga malam ini tidak ada satu orang pun yan melihat kita.” Mereka juga memberikan bantuan persenjataan dan kendaraan kepada Bani Bakr dalam penyerangan terhadap Bani Khuza’ah.[5] Mereka menyerang Bani Khuza’ah secara membabi buta ketika mereka sedang lalai, sehingga mereka berhasil membunuh lebih dari dua puluh orang.
Sebentar kemudian, datang Budail bin Warqa bersama beberapa orang Khuza’ah kepada Rasulullah. Budail memberi tahu Rasulullah tentang kaum Quraisy yang telah melanggar kesepakatan, setelah itu mereka kembali ke Makkah. Rasulullah saw berkata kepada sahabatnya “Sepertinya Abu Sufyan datang untuk memperbarui perjanjian dan menambahkan temponya!”.[6]

a.         Proses Fathu Makkah (Pembukaan kota Makkah)
Tak lama kemudian, Rasulullah memerintahkan kaum muslimin untuk besiap-siap. Tapi, beliau sama sekali tidak mengatakan hendak kemana mereka akan dibawa pergi. Tujuan itu beliau katakan beberapa waktu kemudian “Kita akan menyerbu Makkah, maka bersiap siagalah”. Sabda beliau beberapa waktu sebelum berangkat seraya nmemerintahkan kaum muslimin cepat-cepat menyiagakan diri.[7] Rasulullah saw bertekad untuk memerangi kaum Quraisy dan menaklukan Makkah, karena mereka telah melanggar kesepakatan secara terang-terangan. Beliau pun bersiap-siap dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan hal yang sama. Lalu beliau berdo’a “Ya Allah, buta dan tulikanlah orang-orang Quraisy dari berita kami ini, agar kami bisa menyergap mereka dengan tiba-tiba.
Para ahli sejarah dan sirah nabi sepakat bahwa Rasulullah saw berangkat untuk menaklukan kota Makkah pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah. Dalam perjalanan ini, mereka semua tetap berpuasa, sesampainya di kadid Rasulullah saw berbuka dan diikuti oleh kaum muslimin yang bersamanya. Selama meninggalkan Madinah, Rasulullah saw menunjuk Abu Rihmin Kaltsum ibn Hashim ibn ‘Atabah ibn Khallaf al-Ghifari untuk mengendalikan semua urusan pemerintahan Madinah.

B.     Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Kira-kira tiga bulan sesudah  mengerjakan  hijjatui wadaiitu nabi Muhammad menderita demam. Berat juga penyakit beliau, sehingga tidak kuasa beliau kelar untuk mengimami kaum muslimin bersembahyang, maka disuruhlah abu bakar menggantikan beliau menjadi imam orang sembahyang. Nabi merasa betapa cemasnya kaum muslimin karena penyakit beliau. Dan juga telah merasakan bahwa tidak lama lagi beliau akan menemui tuhan. Pada suatu hari karena mengetahui bahwa kaum muslimin berkerumun dimasjid, berdukacita atas penyakit beliau, maka dengan dipapah ileh abas paman beliau, dan ali ibnu bin abi tholib, beliau keluar menemui mereka. Nabi duduk diatas mimbar pada anak tangga yang pertama lalu kaum muslimin yang terdiri dari kaum muhajirin dan kaum anshor datang menegrumuni beliau lalu beliau berpidato. “wahai manusia, saya mendengar bahwa kamu sekalian merasa cemas kalau nabi mu ini meninggal dunia.pernahkah ada seorang nabi, yang dapat hidup selama lamanya? kalau ada maka aku akan dapat pula hidup selama-lamanya. Saya akan menemui tuhan dan kamu akan menyusulku. Kemudian nabi mempercayakan anshor kepada muhajirin dan sebaliknya mempercayakan muhajirin kepada anshor. Tak selang beberapa hari sesudah itu, dalam usia 63 tahun berpulang beliau kerahmatullah.yaitu pada hari senin tanggal 13 Rabiul Awal tahun 11 M.
Peristiwa wafat nabi ini amat besar kesan dan mengaruhnya kepada kaum muslimin. Kendatipun mereka baru saja mendapat fatwa-fatwa dari nabi, namunpahlawan-pahlawan ulung yang memberani itupun panic juga. Banyak diantara mereka yang tidak mempercayai berita wafatnya Nabi yang datang dengan tiba-tiba ini. Umar ibnu khotob tampil dan berpidato dimuka khalayak, seraya berkata “ada orang menyatakan bahwa Muhammad telah wafat. Sesungguhnya, demi allah beliau tidak wafat, hanya pergi menghadap tuhan. Demi allah Rasulullah saw akan kembali
Peristiwa wafat nabi ini sampai kepada abu bakar. Maka dengan segera beliau datang menjenguk dan terus masuk kekamar rasulullah. Disana, dilihatnya rasulullah sedang dibujur, maka dibukanya lah, kain yang menutupi muka rasulullah lalu diciumnya, seraya berkata :”alangkah baiknya engkau diwaktu hidup dan diwaktu mati. Jika sentana engkau tiada melarang kami, menangis akan kami curahkanlah air mata kami.” 


[1] As-Sîratun-Nabawiyah ash-Shahîhah, hlm. 241.
[2] Ucapan ini disampaikan sendiri oleh Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu , sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri dalam al-Fath (10/41, no. 2294) dan Muslim (4/196/2529). Lihat as-Sîratun-Nabawiyah fi Dhau`il Mashâdiril-Ashliyyah, hlm. 302.
[3] DR. Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press. 2005) hal 698
[4] Fauzi Ibrahim, Muhammad saw (Makhluk paling Mulia), (Yogyakarta: Citra Risalah, 2008) hal 325
[5] Ibid 698
[6] DR. Mahdi Rizqullah Ahmad, Biografi Rasulullah, (Jakarta: Qisthi Press. 2005) hal 699-700
[7] Abul Hasan ‘Ali Al-Hasani An-Nadhwi, Sirah Nabawiyah, (Yogyakarta:Mardhiyah Press, 2007) hal 403