Arti Hijrah dan Tujuan Rasulullah SAW dan Umat Islam Berhijrah Setidaknya
ada dua macam arti hijrah yang harus diketahui umat Islam. Pertama, hijrah
berarti meninggalkan semua perbuatan yang dilarang dan dimurkai Allah SWT untuk
melakukan perbuatan-perbuatan yang baik, yang disuruh Allah SWT dan
diridai-Nya. Contohnya, semula siswa itu malas mengerjakan salat 5 waktu dan
malas belajar. Kemudian dia membuang jauh sifat malasnya itu, sehingga ia
menjadi siswa yang berdisiplin dalam salat lima waktu dan rajin dalam menuntut
ilmu. Arti hijrah dalam pengertian pertama ini wajib dilaksanakan oleh setiap
umat Islam. Rasuluilah SAW bersabda yang artinya: “Orang berhijrah itu ialah
orang yang meninggalkan segala apa yang dilarang Allah SWT” (H. R. Bukhari)
Arti kedua dari hijrah ialah berpindah dari suatu negeri kafir (non-Islam),
karena di negeri itu umat Islam selalu mendapat tekanan, ancaman dan kekerasan,
sehingga tidak memiliki kebebasan dalam berdakwah dan beribadah. Kemudian umat
Islam di negeri kafir itu, berpindah ke negeri Islam agar memperoleh keamanan
dan kebebasan dalam berdakwah dan beribadah.
Arti kedua dari hijrah ini pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW dan umat
Islam, yakni berhijrah dari Mekah ke Yatsrib pada tanggal 12 Rabiul Awal tahun
pertama hijrah, bertepatan dengan tanggal 28 Juni 622 M. Tujuan hijrahnya
Rasulullah SAW dan umat Islam dari Mekah (negeri kafir) ke Yatsrib (negeri
Islam) adalah : Menyelamatkan diri dan umat Islam dari tekanan, ancaman, dan
kekerasan kaum kafir Quraisy. Bahkan pada waktu Rasulullah SAW meninggalkan
rumahnya di Mekah untuk berhijrah ke Yatsrib (Madinah), rumah beliau sudah
dikepung oleh kaum kafir Quraisy dengan maksud untuk membunuhnya.
Dakwah Rasulullah SAW Periode
Madinah Dakwah Rasulullah SAW periode Madinah berlangsung selama sepuluh tahun,
yakni dari semenjak tanggal 12 Rabiul Awal tahun pertama hijrah sampai dengan
wafatnva Rasulullah SAW tanggal 13 Rabiul Awal tahun ke-11 hijrah. Materi
dakwah yang disampaikan Rasulullah SAW pada periode Madinah, selain ajaran
Islam yang terkandung dalam 89 surah Makkiyah dan Hadis periode Mekah, juga
ajaran Islam yang rerkandung dalam 25 surah Madaniyah dan hadis periode
Madinah. Adapun ajaran Islam periode Mekah sudah dikemukakan dalam Bab 6
semester pertama buku ini. Sedangkan ajaran Islam yang rerkandung pada 25 surah
Madaniyah dan hadis periode Madinah, umumnya ajaran Islam tentang masalah
sosial kemasyarakatan. Mengenai objek dakwah Rasulullah SAW pada periode
Madinah adalah orang-orang yang sudah masuk Islam dan kalangan Muhajirin dan
Ansar. Juga orang-orang yang belum masuk Islam seperti kaum Yahudi penduduk
Madinah, para penduduk di luar kota Madinah yang termasuk bangsa Arab, dan yang
tidak termasuk bangsa Arab. Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT bukan hanya
untuk bangsa Arab tetapi untuk seluruh umat manusia di dunia. Dakwah Rasulullab
SAW yang ditujukan kepada orang-orang yang sudah masuk Islam (umat Islam)
bertujuan agar mereka mengetahui seluruh ajaran Islam baik yang diturunkan di
Mekah ataupun yang diturunkan di Madinah, kemudian mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka betul-betul menjadi umat yang bertakwa.
Selain itu Rasulullah SAW dibantu
oleh para sahabatnya melakukan usaha-usaha nyata agar terwujud persaudaraan
sesama umat Islam dan terbentuk masyarakar madani di Madinah. Usaha-usaha nyata
Rasulullah SAW seperti tersebur akan dibahas pada sub pokok bahasan tentang
strategi Rasulullah dalam membentuk masyarakat madani di Madinah. Mengenai
dakwah yang ditujukan kepada orang-orang yang belum masuk Islam bertujuan agar
mereka bersedia menerima Islam sebagai agamanya, mempelajari ajaran-ajarannya
dan mengamalkannya, sehingga mereka menjadi umat Islam yang senantiasa beriman
dan beramal saleh, yang berbahagia di dunia serta sejahtera di akhirat.
Tujuan dakwah Rasulullah SAW yang
luhur dan cara penyampaiannya yang terpuji, menyebabkan umat manusia yang belum
masuk Islam banyak yang masuk Islam dengan kemauan dan kesadaran sendiri. Namun
tidak sedikit pula orang-orang kafir yang tidak bersedia masuk Islam, bahkan
mereka berusaha menghalang-halangi orang lain masuk Islam dan juga berusaha
melenyapkan agama Islam dan umatnya dari muka bumi. Mereka itu seperti kaum
kafir Quraisy penduduk Mekah, kaum Yahudi Madinah, dan sekutu-sekutu mereka.
Peperangan-peperangan yang dilakukan
oleh Rasulullah SAW dan para pengikutnya itu tidaklah bertujuan untuk melakukan
penjajahan atau meraih harta rampasan perang, tetapi bertujuan untuk membela
diri kehormatan, dan harta. Menjamin kelancaran dakwah, dan memberi kesempatan
kepada mereka yang hendak menganutnya. Untuk memelihara umat Islam agar tidak
dihancurkan oleh bala tentara Persia dan Romawi. Setelah Rasulullah SAW dan
para pengikutnya mampu membangun suatu negara yang merdeka dan berdaulat, yang
berpusat di Madinah, mereka berusaha menyiarkan dan memasyhurkan agama Islam,
bukan saja terhadap para penduduk Jazirah Arabia, tetapi juga ke luar Jazirah
Arabia, maka bangsa Romawi dan Persia menjadi cemas dan khawatir kekuasaan
mereka akan tersaingi
a.
Masysrakat Madinah Pra Islam
Sebelum Islam datang ke Madinah,
Kota tersebut bernama Yatsrib. Madinah
pun tidak memiliki pemimpin dan pemerintahan yang resmi. Pemerintahan kota
MAdinah hanya terbatas pada pemerintahan kepala suku atas anggota sukunya.
Akhirnya, suku tertentu hanya memikirkan untuk keuntungan suku itu sendiri dan
mengindahkan permasalahan suku yang lain. Mereka juga sering bersaing untuk
menanamkan pengaruh dalam masyarakat. Persaingan itupun sering menimbulkan
peperangan.
Kaum Yahudi merupakan golongan yang
kuat di Madinah. Mereka menguasai perdagangan serta perekonomian Madinah.
Yahudi juga menguasai lahan-lahan pertanian terbaik dan oase-oase Madinah.
Jumlah mereka pun hampir separuh penduduk Madinah. Keadaan inilah yang membuat
kaum Arab di Madinah menjadi gusar.
Permusuhan antara kaum Arab dan kaum
Yahudi di Madinah semakin tajam. kaum Yahudi sering menggunakan taktik adu
domba dengan cara menyebarkan permusuhan diantara suku-suku Arab Madinah.
Suku-suku Arab yang terkenal di Madinah adalah suku Aus dan suku Khazraj. Kedua
suku ini diadu domba oleh kaum Yahudi sehingga timbul kebencian dan permusuhan
diantara kedua suku tersebut. Puncak permusuhan itu terjadi perang Bu'ats.
Dalam perang ini, suku Aus bersekutu dengan Bani Quraidzah dan Bani Nadir. Sedangkan
SUku Khazraj bersekutu dengan Bani Qainuqa. Perang ini terjadi pada tahun 618
M.
Setelah perang usai, kedua susku
tersebut menyadari akan kesalahan mereka. Perang hanya akan menimbulkan
kerusakan serta bencana. KEdua suku itupun kemudian berdamai. Mereka mengangkat
seorang pemimpin yaitu Abdullah bin Muhammad. Abdullah bin Muhammad adalah
seorang dari suku Khazraj yang berpandangan luas.
Akan tetapi, rencana tersebut tidak
terlaksana karena beberapa orang dari suku Khazraj pergi menemui Rasulullah dan
menerima Islam. Setiba mereka di Madinah, merekapun menyatakan keislaman mereka
serta mengajak penduduk Madinah untuk memeluk Islam. Sejak itulah, nama Islam
dan Muhammad menjadi bahan pembicaraan di Madinah.
b. Hijrah ke habsyi
b. Hijrah ke habsyi
Penindasan dan penyiksaan kafir kuraisi semakin
keras, membuat nabi Muhammad SAW dan pengikutnya berfikir untuk menyelamatkan
diri. Dalam kondisi tersebut, turunlah surat az-zumar yang berisi perintah
hijrah.
Artinya:
allah SWT berfirman katakanlah “hai hamba-hambaku yang beriman. Bertakwalah
kepada tuhanmu”. Orang-orang yang berbuat baik, didunia ini memperoleh
kebaikan. Dan bumi allah itu adalah luas, sesungguhnya hanya orang-orang yang
bersabarlah yang diciptakan pahala mereka tanpa batas. (QS. Az-zumar:10)
Nabi Muhammad SAW, memerintahkan kaum muslimin agar
hijrah ke habbasyah, karena raja habasyah, ashimmah an-najasyi, adalah seorang
raja yang adil. Maka bulan rajab tahun kelima kenabian, hijrahlah
kelompokpertama terdiri dari 12 orang laki-laki dan 4 orang perempuan.
Pemimpinnya usman bin affan,yang hijrah bersama istrinya syayyidah Rukayyah,
putrid rasulullah SAW. Dan hijrah ke habbasyiah. Terjadi dua kali. Rukayyah
kembali bersama suaminya, usman bin affan bergabung dengan kelompok hijrah
kedua. Kafir quraisyi khawatir, akibat dari hijrah habasyah. Mereka takut islam
keluar menyebar keluarmekah, dan nantinya mereka akan mendapat bantuan dan
pertolongan dari luar mekah. Akhirnya kafir quraisyi mengirim dua orang utusan
yang cerdas yaitu Abdullah bin abi rabi’ah dan amr bin al-ash bin wail
as-sahmi. Mereka pun mengumpulkan hadiah-hadiah yang akan dibawa keduanya untuk
an-najasyi. Mereka ingin merusak hubungan baik antara an-najasyi dan
orang-oranng yang hijrah. Dua orang utusan kaum kuraisyi itu pergi kehabasyiah.
Mereka menyerahkan hadiahnya kepada raja habasyah. Mereka meminta raja agar
mengembangkan kepada mereka orang-orang yang meninggalkan agam mareka. Raja
habasyah menolaknya dan sikapnya bahwa semua yang ada ditempatnya akan berada
didalam perlindungannya dengan aman. Kedua utusan kembali kemekah, dengan
tangan hampa dan memberitahu sikap raja habasyah.
c.
Persaudaraan Kaum Muhajirin Dan Anshar
Secara umum, Islam
menyatakan seluruh kaum muslimin adalah bersaudara sebagaimana disebutkan dalam
firman Allah Azza wa Jalla surat al-Hujurât/49 ayat 10, yang artinya:
Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara. Konsekwensi dari
persaudaraan itu, maka Islam mewajibkan kepada umatnya untuk saling
tolong-menolong dalam al-haq. Namun yang menjadi fokus pembicaraan kita kali
ini bukan persaudaraan yang bersifat umum ini, tetapi persaudaraan yang
bersifat khusus antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshâr. Persaudaraan antara
kaum Muhajirîn dan kaum Anshâr yang deklarasikan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam memiliki konsekwensi lebih khusus bila dibandingkan dengan
persaudaraan yang bersifat umum. Sebagaimana diketahui, saat kaum Muhajirin
berhijrah ke Madinah tidak membawa seluruh harta. Sebagian besar harta mereka
ditinggal di Makkah, padahal mereka akan menetap di Madinah. Ini jelas menjadi
problem bagi mereka di tempat yang baru.
Terlebih lagi,
kondisi Madinah yang subur sangat berbeda dengan kondisi Makkah yang gersang.
Keahlian mereka berdagang di Makkah berbeda dengan mayoritas penduduk Madinah
yang bertani. Tak pelak, perbedaan kebiasaan ini menimbulkan permasalahan baru
bagi kaum Muhajirin, baik menyangkut ekonomi, sosial kemasyarakatan, dan juga
kesehatan[1].
Mereka harus beradaptasi dengan lingkungan baru. Sementara itu, pada saat yang
sama harus mencari penghidupan, padahal kaum Muhajirin tidak memiliki modal.
Demikian problem yang dihadapi kaum Muhajirîn di daerah baru. Melihat kondisi
kaum Muhajirin, dengan landasan kekuatan persaudaraan, maka kaum Anshâr tak
membiarkan saudaranya dalam kesusahan. Kaum Anshâr dengan pengorbanannya secara
total dan sepenuh hati membantu mengentaskan kesusahan yang dihadapi kaum
Muhajirin. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman
(Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang
berhijrah kepada mereka.
Dan mereka tiada
menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada
mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas
diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan apa yang mereka berikan itu.
Ada seseorang yang mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab: “Kami tidak memiliki apapun kecuali air”. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda: “Siapakah di antara kalian yang ingin menjamu orang
ini?” Salah seorang kaum Anshâr berseru: “Saya,” lalu orang Anshar ini membawa
lelaki tadi ke rumah istrinya, (dan) ia berkata: “Muliakanlah tamu Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam!” Istrinya menjawab: “Kami tidak memiliki apapun
kecuali jatah makanan untuk anak-anak”. Orang Anshâr itu berkata: “Siapkanlah
makananmu itu! Nyalakanlah lampu, dan tidurkanlah anak-anak kalau mereka minta
makan malam!” Kemudian, wanita itu pun menyiapkan makanan, menyalakan lampu,
dan menidurkan anak-anaknya. Dia lalu bangkit, seakan hendak memperbaiki lampu
dan memadamkannya. Kedua suami-istri ini memperlihatkan seakan mereka sedang
makan. Setelah itu mereka tidur dalam keadaan lapar. Keesokan harinya, sang
suami datang menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam , Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Malam ini Allah tertawa atau ta’ajjub
dengan perilaku kalian berdua. Lalu Allah Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya,
(yang artinya): dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka
sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa
yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang
beruntung.
Bagaimanapun
pengorbanan dan keikhlasan kaum Anshâr membantu saudaranya, namun permasalahan
kaum Muhajirin ini tetap harus mendapatkan penyelesaian, agar mereka tidak
merasa sebagai benalu bagi kaum Anshar. Disinilah tampak nyata pandangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang cerdas dan bijaksana. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian mempersaudarakan antara kaum Muhajirin
dengan kaum Anshâr. Tempat deklarasi persudaraan ini -sebagian ulama
mengatakan- di rumah Anas bin Mâlik,[2]
dan sebagian yang lain mengatakan di masjid. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam mempersaudarakan mereka dua dua, satu dari Anshar dan satu lagi dari
Muhajirin. Imam Bukhâri meriwayatkan dari Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu, ketika
kaum Muhajirin baru tiba di Madinah, kaum Muhajirin bisa mewarisi kaum Anshâr
karena persaudaraan yang telah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam , sedangkan dzawil-arhâm (kerabat yang bukan ahli waris) tidak. Di
antara contoh praktis buah dari persaudaraan yang dilakukan Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu kisah ‘Abdurrahmân bin ‘Auf Radhiyallahu anhu
dengan Sa’ad bin Rabi’ Radhiyallahu anhu . Sa’ad Radhiyallahu anhu berkata
kepada ‘Abdurrahmân Radhiyallahu anhu : “Aku adalah kaum Anshâr yang paling
banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Pilihlah di antara
istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai
masa ‘iddahnya, engkau bisa menikahinya”.
Persaudaraan yang
dijalin oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terus berlanjut. Ketika
kaum Muhajirin sudah merasa biasa, tidak asing lagi, dan sudah mengetahui cara
mencari nafkah, maka Allah Azza wa Jalla menggugurkan syariat waris-mewarisi
dengan sebab tali persaudaraan seperti ini, namun tetap melanggengkan
persaudaraan kaum mukminin. Dan orang-orang yang beriman sesudah itu, kemudian
berhijrah dan berjihad bersamamu maka orang-orang itu termasuk golonganmu
(juga). Peristiwa penghapusan saling mewarisi ini terjadi pada saat perang
Badr. Ada juga riwayat yang menjelaskan terjadi pada saat perang Uhud. Ibnu
Abbâs Radhiyallahu anhu menyebutkan, yang digugurkan adalah saling mewarisi,
sedangkan tolong-menolong dan saling menasihati tetap disyariatkan.
d.
Perjanjian Hudaibiyah
Pada tahun 6 hijrah ketika ibadah haji sudah di
syariatkan, hasrat kaum muslimin untuk mengunjungi mekkah sangat bergelora.
Nabi saw memimpin langsung sekitar 1400 orang kaum muslimin berangkat umrah
pada bulan suci ramadhan, bulan yang dilarang adanya perang. Untuk itu mereka
mengenakan pakaian ikhram dan membawa senjata alakadarnya untuk menjaga diri,
bukan untuk berperang. Sebelum tiba di mekkah, merekaberkemah di hudaybiyah
yang terletak beberapa kilometer dari mekkah. Orang-orang kafir qurais melarang
kaum muslimin masukke makkah dengan menempatkan sejumlah besar tentara untuk berjaga-jaga. Akhirnya
diadakanlah perjanjian hudaybiyah antara madinah dan mekkah yang isinya antara
lain:
1. Kedua belah pihak setuju untuk melakukan
gencatan senjata selama 10 tahun
2. Bila ada pihak qurais yang menyeberang
ke pihak Muhammad ia harus di kembalikan. Tetapi bila ada pengikut Muhammad saw
yangmenyebrang ke pihak qurais, pihak qurais tidak harus mengembalikkna ke
pihka Muhammad
3. Tiap kabillah bebas melakukan perjanjian
baik dengan pihak Muhammad saw maupun pihak qurais
4. Kaum muslimin belum boleh mengunjungi
kakbah pada tahun tersebut, tetapi ditangguhkan sampai tahun berikutnya
5. Jika tahun depan kaum muslimin memasuki
kota mekkah, porang qurais harus keluar lebih dahulu
6. Kaum muslimin memasuki kota mekkah
dengan tidak di izinkan membawa senjata
Tujuan nabi Muhammad membuat perjanjian tersebut
adalah berusaha merebut dan menguasai mekkah, untuuk kemudian dari sana
menyiarkan islam ke daerah-daerah lain. Ada 2 faktor utama yang mendorong
kebijaksanaan ini
Mekkah adalah pusat keagamaan bangsa arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa arab dalam islam, diharapkan islam dapat tersebar keluar, Apabila suku qurais dapat diislamkan, maka islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang qurais mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dikalangan bangsa arab, Setahun kemudian ibadah haji ditunaiukan sesuai perjanjian. Banyak orang-orang qurais yang masuk islam setelah menyaksikasn ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, sampai juga mnelihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat islam madinah
Mekkah adalah pusat keagamaan bangsa arab, sehingga dengan melalui konsolidasi bangsa arab dalam islam, diharapkan islam dapat tersebar keluar, Apabila suku qurais dapat diislamkan, maka islam akan memperoleh dukungan yang besar, karena orang-orang qurais mempunyai kekuasaan dan pengaruh yang besar dikalangan bangsa arab, Setahun kemudian ibadah haji ditunaiukan sesuai perjanjian. Banyak orang-orang qurais yang masuk islam setelah menyaksikasn ibadah haji yang dilakukan kaum muslimin, sampai juga mnelihat kemajuan yang dicapai oleh masyarakat islam madinah
e.
Substansi Dakwah Nabi Muhammad Saw Di Madinah
Dakwah adalah kegiataan yang bersifat menyeru
mengajak dan memanggil orang untuk beriman dan taat kepada Allah sesuai dengan
garis aqidah syariat dan akhlak islam. Peristiwa hijrah nabi Muhammad saw ini
terjadi pada 12 rabiul awal tahun pertama hijrah yang bertepatan dengan 28 juni
621 masehi. Hijrah adalah sebuah peristiwa pindahnya nabi Muhammad saw dari
mekkah kemadinah atas perintah allah, untuk memperluas wilayah penyebaran islam
dan demi kemajuan islam itu sendiri. Rencana hijrah Rasullah di Awali karena
adanya perjanjian antara nabi Muhammad saw dengan orang-orang yatsrib yaitu
suku aus dan kazraj saat di mekah yang terdengar sampai ke kaum qurais hingga
kaum qurais pun merencanakan untuk membunuh nabi Muhammad.
Pembunuhan ini di rencanakn melibatkan setiap suku.
Setiap suku di awali oleh seorang pemuda yang terkuat. Rencana pembunuhan itu
terdengar oleh nabi Muhammad saw, sehingga ia mertencanakan hijrah bersama
sahabatnya, abu bakar. Abu bakar diminta mempersiapkan segala halk yang
diperlukan dalam perjalanan, termasuk 2 ekor unta. Sementara ali bin abi thalib
di minta untuk menggantikan nabi saw menempati tempat tidurnya agar kaum qurais
mengira bahwa nabi sa sedang tidur.
f.
Fathu Makkah
Dalam
salah satu pasal perjanjian Hudaibiyah disebutkan bahwa orang-orang bebas untuk
bergabung dengan kelompok Muhammad atau golongan Quraisy. Maka, Bani Khuza’ah
dengan senang hati bergabung dengan kepada Muhammad saw.[3]
Dikisahkan setelah menandatangani perjanjian Hudaibiyah, bani Khuza’ah
bersekutu dengan Rasulullah, sedangkan bani Bakr bersekutu dengan golongan
Quraisy. Kedua suku tersebut pada masa jahiliyah sering terlibat dalam
permusuhan dan pertumpahan darah. Ternyata api kedengkian masih menyala di hati
bani Bakr, sehingga mereka memiliki hasrat untuk melancarkan serangan ke bani
Khuza’ah dengan meminta bantuan kepada para pembesar Quraisy.[4]
Pada suatu
malam, Bani Bakr menyerang Bani Khuza’ah yang tinggal di dekat sebuah mata air
bernama al-Watir, mata air ini berada di daerah Makkah Hilir. Mereka dibantu
oleh beberapa orang Quraisy, orang-orang Quraisy berkata: “Muhammad tidak
akan mengetahui tindakan ini, dan semoga malam ini tidak ada satu orang pun yan
melihat kita.” Mereka juga memberikan bantuan persenjataan dan kendaraan
kepada Bani Bakr dalam penyerangan terhadap Bani Khuza’ah.[5] Mereka
menyerang Bani Khuza’ah secara membabi buta ketika mereka sedang lalai,
sehingga mereka berhasil membunuh lebih dari dua puluh orang.
Sebentar
kemudian, datang Budail bin Warqa bersama beberapa orang Khuza’ah kepada
Rasulullah. Budail memberi tahu Rasulullah tentang kaum Quraisy yang telah
melanggar kesepakatan, setelah itu mereka kembali ke Makkah. Rasulullah saw
berkata kepada sahabatnya “Sepertinya Abu Sufyan datang untuk memperbarui
perjanjian dan menambahkan temponya!”.[6]
a.
Proses Fathu Makkah
(Pembukaan kota Makkah)
Tak lama
kemudian, Rasulullah memerintahkan kaum muslimin untuk besiap-siap. Tapi,
beliau sama sekali tidak mengatakan hendak kemana mereka akan dibawa pergi.
Tujuan itu beliau katakan beberapa waktu kemudian “Kita akan menyerbu Makkah,
maka bersiap siagalah”. Sabda beliau beberapa waktu sebelum berangkat seraya
nmemerintahkan kaum muslimin cepat-cepat menyiagakan diri.[7]
Rasulullah saw bertekad untuk memerangi kaum Quraisy dan menaklukan Makkah,
karena mereka telah melanggar kesepakatan secara terang-terangan. Beliau pun
bersiap-siap dan memerintahkan para sahabatnya untuk melakukan hal yang sama.
Lalu beliau berdo’a “Ya Allah, buta dan tulikanlah orang-orang Quraisy dari
berita kami ini, agar kami bisa menyergap mereka dengan tiba-tiba.
Para ahli
sejarah dan sirah nabi sepakat bahwa Rasulullah saw berangkat untuk menaklukan
kota Makkah pada tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriyah. Dalam perjalanan ini,
mereka semua tetap berpuasa, sesampainya di kadid Rasulullah saw berbuka dan
diikuti oleh kaum muslimin yang bersamanya. Selama meninggalkan Madinah,
Rasulullah saw menunjuk Abu Rihmin Kaltsum ibn Hashim ibn ‘Atabah ibn Khallaf
al-Ghifari untuk mengendalikan semua urusan pemerintahan Madinah.
B.
Wafatnya Nabi Muhammad SAW
Kira-kira tiga bulan sesudah mengerjakan
hijjatui wadaiitu nabi Muhammad menderita demam. Berat juga penyakit
beliau, sehingga tidak kuasa beliau kelar untuk mengimami kaum muslimin
bersembahyang, maka disuruhlah abu bakar menggantikan beliau menjadi imam orang
sembahyang. Nabi merasa betapa cemasnya kaum muslimin karena penyakit beliau.
Dan juga telah merasakan bahwa tidak lama lagi beliau akan menemui tuhan. Pada
suatu hari karena mengetahui bahwa kaum muslimin berkerumun dimasjid,
berdukacita atas penyakit beliau, maka dengan dipapah ileh abas paman beliau,
dan ali ibnu bin abi tholib, beliau keluar menemui mereka. Nabi duduk diatas
mimbar pada anak tangga yang pertama lalu kaum muslimin yang terdiri dari kaum
muhajirin dan kaum anshor datang menegrumuni beliau lalu beliau berpidato.
“wahai manusia, saya mendengar bahwa kamu sekalian merasa cemas kalau nabi mu
ini meninggal dunia.pernahkah ada seorang nabi, yang dapat hidup selama
lamanya? kalau ada maka aku akan dapat pula hidup selama-lamanya. Saya akan
menemui tuhan dan kamu akan menyusulku. Kemudian nabi mempercayakan anshor
kepada muhajirin dan sebaliknya mempercayakan muhajirin kepada anshor. Tak
selang beberapa hari sesudah itu, dalam usia 63 tahun berpulang beliau
kerahmatullah.yaitu pada hari senin tanggal 13 Rabiul Awal tahun 11 M.
Peristiwa wafat nabi ini amat besar kesan dan
mengaruhnya kepada kaum muslimin. Kendatipun mereka baru saja mendapat
fatwa-fatwa dari nabi, namunpahlawan-pahlawan ulung yang memberani itupun panic
juga. Banyak diantara mereka yang tidak mempercayai berita wafatnya Nabi yang
datang dengan tiba-tiba ini. Umar ibnu khotob tampil dan berpidato dimuka
khalayak, seraya berkata “ada orang
menyatakan bahwa Muhammad telah wafat. Sesungguhnya, demi allah beliau tidak
wafat, hanya pergi menghadap tuhan. Demi allah Rasulullah saw akan kembali”
Peristiwa wafat nabi ini sampai kepada abu bakar.
Maka dengan segera beliau datang menjenguk dan terus masuk kekamar rasulullah.
Disana, dilihatnya rasulullah sedang dibujur, maka dibukanya lah, kain yang
menutupi muka rasulullah lalu diciumnya, seraya berkata :”alangkah baiknya
engkau diwaktu hidup dan diwaktu mati. Jika sentana engkau tiada melarang kami,
menangis akan kami curahkanlah air mata kami.”
[1] As-Sîratun-Nabawiyah
ash-Shahîhah, hlm. 241.
[2] Ucapan ini
disampaikan sendiri oleh Anas bin Mâlik Radhiyallahu anhu , sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam al-Bukhâri dalam al-Fath (10/41, no. 2294) dan Muslim
(4/196/2529). Lihat
as-Sîratun-Nabawiyah fi Dhau`il Mashâdiril-Ashliyyah, hlm. 302.
[5] Ibid 698