Free Flower Color Change2 Cursors at www.totallyfreecursors.com

Minggu, 03 Desember 2017

Asal-Usul Bangsa Arab

Asal Usul Bangsa Arab



Jazirah Arab atau Pulau Arab adalah satu semenanjung yang terletak di sebelah barat daya Asia. Semenanjung ini dinamakan dengan Jazirah karena tiga sisinya berbatasan dengan air, yaitu sebelah timur berbatasan dengan Teluk Oman dan Teluk Persi (Teluk Arab), sebelah selatan berbatasan dengan Lautan India, di sebelah barat berbatasan dengan Laut Merah. Hanya di sebelah utara, Jazirah ini berbatasan dengan daratan atau padang pasir Irak dan Syiria.
 Bangsa Arab termasuk rumpun bangsa Semit (Samiyah), keturunan Syam bin Nuh. Pada awalnya, bangsa Samiyah bertanah air di Mesopotania, yaitu negeri yang terletak di sungau Dajlah (Tigris) dan Eufrat (Euphrates). Dengan bertambahnya jumlah penduduk, dan negeri yang kecil, menyebabkan mereka berpindah ke tanah-tanah yang berdekatan. Dan menetap di tempat-tempat baru. Bangsa Arab pindah dan menetap di Jazirab Arab.[1]
Ungkapan orang-orang Arab pertama kali digunakan dalam literatur Yunani oleh Aeschylus (525-456 S.M.), yang merujuk pada para perwira tinggi Arab dalam barisan angkatan perang Xerxes. Herodotus (sekitar 484-425 S.M.) juga menggunakannya untuk merujuk pada orang-orang Arab dalam angkatan perang Xerxes, yang berasal dari Mesir Timur.[2]
Dari sudut sejarah perkembangannya, bangsa Arab terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, Arab Ba’idah yaitu kelompok yang telah punah: sejarah mereka telah berhenti bersama punahnya mereka dari muka bumi; Kedua, Arab Baqiyah, yakni kelompok yang masih survive sampai sekarang.
Yang termasuk dalam kelompok Arab Ba’idah ialah kaum ‘Ad,Tsamud, Ainun, Amiel, Jadis, Imlieq, urhum, Ula dan Wabar. Diantara sembilan kaum ini hanya sejarah ‘Ad dan Tsamud saja yang dapat diketahui, karena dijelaskan dalam al-Qur’an, sedangkan sejarah dari tujuh kaum lainnya belum terungkap sampai sekarang. Kaum ‘Ad juga berdiam di Hadlramaut, suatu tempat yang terletak di tepi gurun Ahqaf al-Rasul. Ibu kota dari Iramu Dzat al-Imad. Syurga di bumi, dibangun oleh seorang raja kaum ‘Ad bernama Syaddad. Kaum Tsamud berdiam di Babylonia. Oleh penulis sejarah klasik kaum Tsamud dikenal dengan nama “Tamadari”.
Orang-orang Arab yang survive Arab Baqiyah memecah diri dalam dua golongan. Golongan pertama ialah Arab ‘Arabiyah yakni mereka yang berdarah Arab murni. Mereka adalah orang-orang Yaman anak keturunan Qhatan atau dinamakan orang-orang Arab selatan. Golongan kedua adalah golongan Arab Mutsa’ribah, yakni mereka secara naturalisasi menjadi golongan Arab. Arab Mutsa’ribah adalah orang-orang Hijaz, Nadj, Nabatiyah dan Palmyra, anak ketururnan Adnan keturunan nabi Ismail as atau dinamakan sebagai orang-orang Arab utara.[3]
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa bagsa Arab merupakan rumpun dari bangsa semit yang berasal dari mesopotamia. Di mana kemudian bangsa tersebut terbagi menjadi dua kelompok yang disebut Arab Ba’idah yaitu kelompok yang telah punah: sejarah mereka telah berhenti bersama punahnya mereka dari muka bumi; Kedua, Arab Baqiyah, yakni kelompok yang masih survive sampai sekarang.

      B. Kepercayaan Bangsa Arab Pra Islam
Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut agama yang mengakui bahwa Allah sebagai Tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi secara turun temurun sejak nabi Ibrahim dan Ismail. Al-Qur’an menyebutkan agama itu dengan hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui keesaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rezeki dan sebagainya.
Kepercayaan kepada Allah tersebut tetap diyakini oleh bangsa Arab sampai kerasulan Nabi Muhammad saw. Hanya saja keyakinan itu dicampur-baurkan dengan takhayul dan kemusyrikan, mensekutukan Allah dengan sesuatu dalam menyembah dan kepada-Nya, seperti jin, roh, hantu, bulan, matahari, tumbuh-tumbuhan, berhala dan sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agaman hanif itu disebut agama watsaniyah.
Watsaniyah yaitu agama yang mempersekutukan Allah dengan mengadakan penyembahan kepada: aushab (batu yang dibentuk mwnjadi patung) dan ashaam (patung yang terbuat dari kayu, emas, perak, logam dan semua patung yang tidak terbuat dari batu.
Penyimpangan itu terjadi perlahan-lahan. Mereka menyatakan berhala-berhala itu sebagai perantara terhadap Allah. Allah tetap diyakini sebagai yang Maha Agung tetapi antara Tuhan dan makhluknya dirasakan ada jarak yang mengantarinya berhala-berhala berlambang malaikat, putra-putra Tuhan. Berhala adalah kiblat atau penentu arah dalam menyembah dan peribadatan. Berhala itu tempat bersemayam roh nenek moyang mereka yang harus dihormati dan dipuja. Demikian juga diantara mereka ada yang mempertuhankan binatang-binatang dan tumbuh-tumbuhan sebagai anasir yang memberi pengaruh terhadap alam semesta dan kehidupan manusia.
Ibnu Hisyam dan al-Thabari menceritakan tentang pohon palm suci di Narja. Sesembahan atau sesajen yang berupa senjata, baju, dan kain tua, dipersembahkan kepada pohon-pohon suci ini dengan cara digantungkan pada pohon itu. Tempat pergantungan dinamakan al-Anwath. Al-Kalbi menceritakan bahwa al-Uzza yang disembah oleh orang-orang Mekkah mempunyai tempat suci yang berupa tiga pohon di Nakhlah. Kepada pohon inilah setiap tahun orang-orang Mekkah menyampaikan sesembahan dan sesajennya yang dipersembahkan kepada al-Uzza. Mata-mata air yang diberi nama ba’i juga merupakan salah satu objek yanng dikeramatkan. Yakut dan al-Qazwini menceritakan bahwa pengelana-pengelana Badui selalu membawa pulang air sumur Urwah untuk dijadikan sebagai oleh-oleh khusus bagi keluarga dan para sahabat-sahabatnya. Diduga bahwa mulanya orang Arab Badui menjadikan pohon dan mata air sebagai tempat suci yang dikeramatkan tumbuh secara bersamaan.
Penyembahan benda-benda alam berpusat pada bulan. Orang-orang badui beranggapan bahwa bulanlah yang mengatur kehidupan mereka. Bulanlah yang mengkondensikan uap air, yang menyulingnya dan kemudian menjadi embun yang menutupi ladang-ladang ternak mereka, yang memungkinkan segarnya rerumputan. Di samping itu sinar bulan di kala malam memberi sedikit kepuasan bagi orang-orang Badui yang selalu dikecam oleh ketakutan. Matahari oleh orang-orang Badui dianggap sebagai perusak terhadap manusia maupun terhadap hewan.
Al-Uzza adalah bintang Venus, bintang pagi yang sesembahan kepadanya pernah berupa korban manusia, dan al-Manah adalah dewa nasib.
Hubal yang menurut bahasa Aramiah berarti spirit adalah dewa utama orang-orang Quraisy. Hubal berbentuk manusia, menurut riwayat terbuat dari batu akik merah. Menurut riwayat yang lain, Hubal ini dibawa dan diperkenalkan oleh Amr ibn Lubay dari Banu Khuza’ah yang awaktu itu menjadi penguasa di Mekkah. Ibnu Lubay pernah pergi ke Balqa’ di Syiria di mana dia berpengaruh pada penyembahan orang-orag Syiria terhadap berhala-berhala. Dialah yang mengintrodusir penyembahan berhala pada orang-orang Mekkah dengan menempatkan Hubal yang dibawanya dari Balqa’ di Ka’bah.
Di samping dewa yang pada umumya terdiri atas dewa-dewa perempuan, sebagai pelindung, orang-oranng Arab Badui mempercayai pula pada jin, setan, roh-roh jahat yang membawa kerusakan dan kehancuran.[4]
Untuk mendekatkan diri kepada dewa-dewa itu, maka oleh bangsa Arab disajikan kepadanya korban-korban dari binatang ternak. Bahkan pada suatu ketika pernah pula mereka mempersembahkan manusia sebagai korban kepada dewa-dewa.
Peristiwa Abdul Mutthalib yang hampr saja menyembelih puteranya yang bernama Abdullah untuk menjadi korban kepada dewa-dewa sebagai yang akan kita tuturkan nanti menunjukkan bahwa mempersembahkan manusia sebagai korban kepada dewa-dewa pernah dikerjakan oleh mereka.[5]
Tidak semua orang Arab Jahiliyah itu menyembah watsaniyah. Ada beberapa kabilah yang menganut agama Yahudi dan agama Masehi. Agama Yahudi dianit oleh bangsa Yahudi yang termasuk rumpun bangsa Samiyah (Semit). Asal-usul bangsa Yahudi berpangkal pada nabi Ibrahim a.s. bangsa ini disebut juga bangsa Israil, yaitu turunan nabi Ya’kub dan Ibrahim. Nabi ya’kub disebut juga dengan Israil. Nama Yahudi disandarkan pada Zahuda, salah seorang dari dua belas orang putra nabi Ya’kub.
Semenjak abad pertama Masehi bangsa Arab telah berhubungan dengan pemeluk agama Masehi, sewaktu melakukan perdagangan ke wilayah kerajaan Romawi dan negeri Habysi. Agama iniberkembang di kalangan bangsa Arab pada abad ke-enam Masehi.[6]
Tetapi, agama Yahudi dan Masehi tiadalah tersiar betul di tanah Arab. Yang demikian disebabkan adanya diskriminasi yaitu agama Yahudi menurut bangsa Yahudi adalah agama dari suatu bansa yang pilihan.[7]

Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebelum Islam memasuki Bangsa Arab, saat itu mereka mempercayai tentang keesaan Allah, akan tetapi mereka menyeleweng karena beranggapan bahwa memerlukan perantara untuk menyembah-Nya. Mereka menggunakan berhala-berhala untuk beribadat. Selain itu mereka mempercayai dewa-dewa, binatang-binatang yang dianggap Tuhan, ada pula yang beragama Yahudi dan Masehi.

     C.  Kehidupan Sosial dan Budaya Bangsa Arab Pra Islam
Dalam pembahasan di bawah ini mengkhususkan pembicaraan mengenai segi-segi terpenting dalam kehidupan sosial bangsa Arab sebelum Islam, karena pembahasan semacam ini amat penting untuk memahami pendirian bangsa Arab terhadap agama Islam, di kala mereka diseru kepada agama baru ini.
Ada dua cara, dalam mempelajari syair Arab di masa Jahiliyah, kedua-duanya itu amat besar faedahnya.
1.         Mempelajari syair itu sebagai suatu kesenian, yang oleh bansa Arab amat dihargai.
2.         Mempelajari syair itu dengan maksud, supaya kita dapat mengetahui adat istiadat dan budi pekerti bangsa Arab.
Syair adalah salah satu seni yang palin indah yang amat dihargai dan dimuliakan oleh bangsa Arab. Mereka amat gemar berkumpul mengelilingi penyair-penyair, untuk mendegarkan syair-syair mereka, sebagai orang zaman sekarang beramai-ramai mengelilingi orang penyair atau pemain mudik yang mahir, untuk mendengarkan permainannya.
Seorang penyair mempunyai kedudukan yang amat tinggi dalam kehidupan bangsa Arab. Bila pada suatu kabilah muncul seorang penyair maka berdatanglah utusan dari kabilah-kabilah lain, untuk mengucapkan selamat pada kabilah itu. Untuk ini kabilah itu mengadakan perhelatan-perhelatan dan jamuan bersar-besaran, dengan menyembelih binatang-binatang ternak. Wanita-wanita kabilah keluar untuk menari, menyanyi dan bermain musik.
Semua ini diadakan untuk menghormati penyair.karena penyair mrmbela dan mempertahankan kabilah dengan syair-syairnya, ia melebihi seorang pahlawan yang membela kabilahnya dengan ujung tombaknya. Di samping itu penyair juga dapat mengabadikan peristiwa-peristiwa dan kejadian-kejadian dengan syairnya. Dan bilamana ada penyair-penyair lain mencela kabilahnya, maka dialah yang akan membalas dan menolak celaan-celaan itu dengan syair-syairnya pula.
Orang yang membaca syair Arab, akan melihat kehidupan bangsa Arab yang tergambar dengan jelas pada syair itu. Dia akan melihat padang pasir, kemah-kemah, tempat-tempat permainan, dan sumber-sumber air. Dia akan mendengar tutur kata pemimpin-pemimpin laki-laki dan wanita. Dia akan mendengar bunyi kuda dan gemrincing pedang.[8]
Syair-syair Jahili menggambarkan kehidupan Badui yang sederhana tentang perburuan, unta, padang pasir, kebangsaan, berhala, ratapan dan pujian yang berlebih-lebihan terhadap wanita yang dikasihi dan dicintai. Belum terdapat syair-syair yang mengandung ilmu, hukum, dan pemikiran yang bernilai tinggi dan ungkapan perasaan yang dalam.
Peradaban material Arab Jahiliyah yang mendiami Hijaz dan sekitarnya tidak banyak disebut dalam sejarah. Keluarga dari Arab Aribah (Arab Qaththaniyah) di selatan  Jazirah Arab pernah mendirikan kerajaan besar dan makmur, mereka mendirikan kota-kota, bangunan mewah, mengolah tanah dengan menggunakan bendungan dan pengairan, memahat patung, ahli perbintangan, mempunyai anngkatan perang yang amat tangguh dan mengadakan perluasan wilayah dengan mengadakan hubungan perdagangan dengan kerajaan-kerajaan tetangga.
Berbeda dengan peradaban materian. Peradaban non material lebih banyak disebutkan. Diantaranya syair-syair jahili, cerita prosa, khithabah, amstal, ansab (ilmu keturunan), tenun dan ramalan, perbintangan, memanah, menunggang kuda dan sebagainya. Setiap tahun selalu diadakan lomba mengarang syair dan mendeklamasinya. Oleh karena dalam syair mereka hanya memuja-muja alam, kekasih, berhala dan sebagainya, maka para ahli syair Arab dicela dalam al-Qur’an dalam surat asy-Syuara, syair-syair yanng terpilih dituliskan air emas dan digantungkan di Ka’bah, dengan demikian dapat diketahu bahwa sebelum Islam datang orang Arab Jahiliyah sudah mempunyai kesusastraan yang baik.[9]
Dapat diketahui dari penjelasan di atas, bahwa kehidupan bangsa Arab pra Islam sudah mengenal kebudayaan yang baik, mereka mempunyai kesusastraan yang bagus. Dalam kehidupan sosialnya dapat terlihat dari syair-syair yang digambarkan oleh penyair yang di mana mereka sangat di hargai dan dihormati oleh bangsa Arab itu sendiri.

   

      D. Bangsa-bangsa di Sekitar
Selain bangsa Arab, dalam rumpun bangsa Semit terdapat bangsa-bangsa Asyria, Babylonia, dan Ibrani.[10]
1.      Bangsa Asyria
Bangsa Assyria lebih tua daripada bangsa Babilon. Mereka merupakan campuran banyak ras. Para ahli menyebutnya sebagai bangsa Semit. Sebutan itu didasarkan atas bahasa yang digunakannya, yaitu bahasa Semit. Bahasa itu kemudian menurunkan bahasa Ibrani dan Arab sekarang. Negeri bangsa Assyria terletak di tepi Sungai Tigris, di Mesopotamia. Di daerah itu dijumpai peradaban kuno yang tinggi seperti kebudayaan bangsa Babilon yang ada di bagian selatannya. Bangsa Assyria sering disebut sebagai bangsa Roma dan Asia. Kedua bangsa itu sama-sama dikenal sebagai bangsa penakluk. Mereka sangat ditakuti karena mempunyai tentara infantri, tentara berkuda, dan tentara dengan kereta perang.

2.      Bangsa Babylonia
Bangsa Sumeria ditaklukkan oleh tetangganya, yaitu bangsa Semit yang tinggal di utaranya pada Tahun 2300 sebelum Masehi. Bangsa Semit itu mungkin dekat hubungannya dengan bangsa Sumeria. Mereka itu merupakan nenek moyang bangsa Yahudi dan Arab. Raja Semit yang menaklukkan Sumeria bernama Sargon Agung. Wilayah kekuasaannya meliputi wilayah Sumeria dan Akkadia (Mesopotamia). Ibu kotanya Agade (Akkad). Raja yang kemudian. Ur-Nammu (2113-2096 SM), memerintah kerajaan yang besar. Untuk menunjukkan kekuasaannya ia membangun Ziggurat yang sangat besar. Bangunan itu didirikan di atas bukit. Ada tiga tangga untuk naik ke puncaknya, masing-masing terdiri seratus anak tangga. Daerah Sumeria terpecah menjadi satuan-satuan kecil yang saling berperang. Menjelang tahun 2200 sebelum Masehi. Salah satu kota yang menjadi pusat kebudayaan adalah kota Babilon (Babil). Menurut para ahli, nama Babilonia berasal dan kata babila. Kata itu menurut ahli etimologi (ilmu yang mempelajari asal kata), berasal dan kata babilu yang berarti gerbang menuju Tuhan.[11]
3.      Bangsa Ibrani
Orang-orang Yahudi, dari sisi geografis, merupakan tetangga dekat orang-orang Arab dan dari sisi ras merupakan saudara terdekat mereka. Gambaran bahwa orang Ibrani berasal dari gurun banyak diungkap dalam Perjanjian Lama. Bahasa Ibrani dan Arab, seperti yang telah kita ketehui bersama, berasal dari rumpun bahasa yang sama, rumpun semit. Beberapa nama Ibrani yang disebutkan dalam Perjanjian Lama berasal dari bahasa Arab, misalnya nama hampir semua anak Ekau (Kitab Kejadian) 36: 10-14; I bab I: 35-37). Orang Arab selatan tidak akan terlalu sulit memahami ayat pertama Kitab Kejadian yang berbahasa Ibrani. Penelitian modern memperlihatkan bahwa kesederhanaan agama Ibrani mencerminkan karakteristik gurun yang menjadi tempat kelahirannya.[12]


[1] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang:UIN-Malang Press, 2008) h 43 dan 46.
[2] Philip K. Hitti, History of The Arab,(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013) h 55.
[3] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang:UIN-Malang Press, 2008) h 46-47.
[4]  Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang:UIN-Malang Press, 2008) h 61-64.
[5] M. Darwin R. Sejarah Peradaban dan Kebudayaan Islam,(Metro, 2013) h 44-45.
[6] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang:UIN-Malang Press, 2008) h 64-65.
[7] M. Darwin R. Sejarah Peradaban dan Kebudayaan Islam,(Metro, 2013) h 45-46.
[8] M. Darwin R. Sejarah Peradaban dan Kebudayaan Islam,(Metro, 2013) h 36-37.
[9] Fadil SJ, Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, (Malang:UIN-Malang Press, 2008) h 82-83.
[10] Ibid. h 46.
[11] Wurjantoro, Edhi. 1996. Sejarah Nasional Indonesia dan Umum untuk SMU Kelas 1. Depdikbud.
[12] Philip K. Hitti, History of The Arab,(Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2013) h 49.

0 komentar:

Posting Komentar