Modernisasi
diambil dari kata dasar “modern” yang artinya terbaru, cara baru, mutakhir atau
sikap dan cara berpikir serta bertindak sesuai dengan tuntunan zaman.
Sedangkan
modernisasi adalah proses pergeseran sikap dan mentalitas sebagai masyarakat
untuk bisa hidup sesuai dengan tuntunan hidup masa kini. Artinya cara berfikir,
aliran gerakan dan usaha untuk merubah faham, adat-istiadat dan sebagainya,
untuk disesuaikan dengan suasana baru yang dihasilkan oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi modern.[1]
Periode modern
ini merupakan zaman kebangkitan Islam. Ekspedisi Napoleon di Mesir yang
berakhir di tahun 180 M, membuka mata dunia Islam, terutama Turki dan Mesir.[2]
Berikut ini akan dibahas mengenai tokoh-tokoh dalam pembaharu islam :
1. Gerakan Pembaharuan Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1793)
Muhammad bin
Abdul Wahab lahir di Uyainah, Nejd, Arab Saudi pada tahun 1703. Ia dilahirkan
dari keluarga yang terkenal dengan kesalehan dan keimanannya. Ia mempunyai
gerakan yang kemudian dikenal dengan gerakan wahabi. Timbulnya gerakan ini
tidak lepas dari kondisi umat Islam pada saat itu, yakni sebagai berikut:
a.
Secara politik, umat Islam di seluruh kawasan kekuasaan Islam berada dalam
keadaan yang lemah. Ketika itu yang berkuasa adalah kerajaan Turki Utsmani yang
merupakan penguasa tunggal, namun kerajaan itu sedang mengalami kemunduran
dalam segala bidang.
b.
Adanya penurunan semangat dalam pemahaman Al-Qur’an karena umat Islam bersikap
fatalis dan cenderung mistisisme.
c.
Tauhid yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, telah dirusak oleh
kebiasaan-kebiasaan syirik.
d.
Kota-kota suci, seperti Makkah dan Madinah, telah menjadi tempat yang penuh
dengan penyimpangan akidah.
Gerakan
wahabi ini berhasil berkat bantuan kepala suku yang bernama Muhammad Ibnu Saud
yang kemudian mendirikan kerajaan di bawah pimpinan keturunannya.
2. Gerakan Pembaharuan Jamaluddin al-Afgani (1839-1897)
Nama lengkapnya adalah Sayyid Jamaluddin al-Afghani. Ia lahir di Asadabad
tahun 1839 dan wafat di Istambul tahun 1897. Ia mendapat gelar sayyid karena ia
keturunan Husain bin Ali bin Abi Thalib. Sejak kecil, ia sudah belajar membaca
AL-Qur’an, bahasa Arab, dan Persia, serta ilmu-ilmu lainnya, seperti tafsir,
hadits tasawuf, dan filsafat.
Ketika terjadi persoalan politik di Mesir, ia pergi Paris (Prancis). Di
kota ini dia mendirikan sebuah organisasi bernama AL-Urwatul Wusqa yang
beranggotakan muslim militan di Mesir, Suriyah, dan Afrika Utara.
Organisasi ini bertujuan mempercepat persaudaraan islam, membela, dan
mendorong umat islam untuk mencapai kemajuan.
Berikut ini
beberapa pemikiran Al-Afghani tentang pembaruan umat Islam :
1.
Kemunduran umat Islam bukan karena Islam tidak sesuai dengan perkembangan
zaman dan perubahan kondisi. Kemunduran itu disebabkan oleh beberapa faktor.
Beberapa factor, yaitu :
a.
Umat Islam telah meninggalkan akhlak yang tinggi dan telah melupakan ilmu
pengetahuan.
b.
Di bidang politik , kesatuan umat Islam menjadi terpecah belah.
2.
Untuk mengembalikan kejayaan pada masa lalu dan sekaligus menghadapi dunia
modern, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang murni dan Islam harus
dipahami dengan akal serta kebebasan.
3.
Corak pemerintahan otokrasi dan absolut harus diganti dengan pemerintahan
demokratis. Kepala negara harus bermusyawarah dengan pemuka masyarakat yang
berpengalaman.
4.
Tidak ada pemisahan antara agama dan politik. Pan Islamisme atau rasa
solidaritas antara umat Islam harus dihidupkan kembali.
2. Gerakan Pembaharuan Muhammad Rasyid
Ridha (1865-1935)
Rasyid Ridha
lahir di Al-Qalamun pada tanggal 23 September 1865. Ada yang mengatakan
silsilahnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. melalui garis keturunan Husain
bin Ali bin Abi Thalib sehingga ia mendapat gelar sayyid. Ia dilahirkan dan
dibesarkan di lingkungan keluarga terhormat serta taat agama.[3]
Rasyid Ridha
banyak menyerap pikiran dan pandangan Muhammad Abduh (gurunya) dalam usaha
memajukan umat Islam. Rasyid Ridha mengusulkan kepada gurunya agar ia
menerbitkan sebuah majalah. Maka terbitlah majalah yang diberi nama Al- Manar,
nama yang diusulkan oleh Rasyid Ridha .
Adapun pemikiran Rasyid Ridha
tentang pembaruan Islam sebagai berikut :
a.
Sikap aktif dan dinamis di kalangan umat Islam harus ditumbuhkan.
b.
Umat Islam harus menguasai sains dan
teknologi jika ingin maju.
c.
Kebahagiaan di dunia dan di akhirat
diperoleh melalui hukum yang diciptakan Allah SWT.
d.
Perlu menghidupkan kembali sistem
pemerintahan khalifah.
e.
Khalifah adalah penguasa di seluruh
dunia Islam yang mengurusi bidang agama dan politik .
3.
Gerakan Pembaharuan Muhammad Iqbal (1876-1938)
Muhammad
Iqbal lahir di Sialkot, Punjab pada tanggal 2 Februari 1873 M. Ia adalah
seorang penyair, filusuf, dan mujadid. Muhammad Iqbal mendapat pendidikan pertama
di Murray College, Sialkot.
Adapun ide
Muhammad Iqbal tentang pembaruan Islam adalah sebagai berikut :
a.
Ijtihad mempunyai kedudukan penting dalam pembaruan Islam dan pintu ijtihad
tetap terbuka.
b.
Umat Islam perlu mengembangkan sikap dinamis. Dalam syiarnya, ia mendorong
umat Islam untuk bergerak dan jangan tinggal diam.
c.
Kemunduran umat Islam disebabkan oleh kebekuan atau kejumudan dalam
berpikir.
d.
Hukum Islam tidak bersifat statis, tetapi dapat berkembang sesuai dengan
perkembangan zaman.
e.
Umat Islam harus menguasai sains dan teknologi yang dimiliki Barat.
f.
Perhatian umat Islam terhadap zuhud menyebabkan mereka kurang memerhatikan
masalah- masalah keduniaan dan sosial dan kemasyarakatan.
4. Sir Sayid Ahmad Khan (india
1817-1898)
Sir Sayid
Ahmad Khan adalah pemikir yang menyerukan saintifikasi masyarakat muslim.
Seperti halnya Al Afgani, ia menyerukan kaum muslim untuk meraih ilmu
pengetahuan modern. Akan tetapi, berbeda dengan Al Afgani ia melihat adanya
kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan tekhnologi modern.
Kekuatan pembebas itu antara lain meliputi penjelasan mengenai suatu peristiwa
dengan sebab-sebabnya yang bersifat fisik materiil. Di barat, nilai-nilai ini
telah membebaskan orang dari tahayuldan cengkeraman kekuasaan gereja. Kini,
dengan semangat yang sama, Ahmad Khan merasa wajib membebaskan kaum muslim
dengan melenyapkan unsur yang tidak ilmiah dari pemahaman terhadap Al Qur’an.
Ia amat serius dengan upayanya ini antara lain dengan menciptakan sendiri
metode baru penafsiran Al Qur’an. Hasilnya adalah teologi yang memiliki
karakter atau sifat ilmiah dalam tafsir Al Qur’an.
B. Teori Masuk dan Berkembangnya Agama Islam di indonesia
Di lihat dari proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia, ada tiga teori yang berkembang[4]
yaitu:
1.
Teori
Gujarat
Teori ini
berpendapat bahwa agama Islam masuk ke Indonesia pada abad 13 dan
pembawanya berasal dari Gujarat (Cambay), India. Dasar dari teori ini adalah:
a.
Kurangnya fakta yang menjelaskan
peranan bangsa Arab dalam penyebaran Islam di Indonesia.
b.
Hubungan dagang Indonesia dengan
India telah lama melalui jalur Indonesia – Cambay – Timur Tengah – Eropa.
c.
Adanya batu nisan Sultan Samudra
Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang bercorak khas Gujarat.
2.
Teori
Makkah
Teori ini
merupakan teori baru yang muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu
teori Gujarat. Teori Makkah berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia pada
abad ke 7 dan pembawanya berasal dari Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah:
a.
Pada abad ke 7 yaitu tahun 674 di
pantai barat Sumatera sudah terdapat perkampungan Islam (Arab); dengan
pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah mendirikan perkampungan di Kanton sejak
abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.
b.
Kerajaan Samudra Pasai menganut
aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu
adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi.
c.
Raja-raja Samudra Pasai menggunakan
gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.
3.
Teori
Persia
Teori ini
berpendapat bahwa Islam masuk ke Indonesia abad 13 dan pembawanya berasal dari
Persia (Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya
masyarakat Islam Indonesia seperti:
a.
Peringatan 10 Muharram atau Asyura
atas meninggalnya Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad, yang sangat di
junjung oleh orang Syiah / Islam Iran. Di Sumatra Barat peringatan tersebut
disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai dengan
pembuatan bubur Syuro.
b.
Kesamaan ajaran Sufi yang dianut
Syaikh Siti Jennar dengan sufi dari Iran yaitu Al – Hallaj.
c.
Penggunaan istilah bahasa Iran dalam
sistem mengeja huruf Arab untuk tanda tanda bunyi Harakat.
Ketiga teori tersebut, pada dasarnya memiliki
kebenaran dan kelemahannya. Maka itu berdasarkan teori tersebut dapatlah
disimpulkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dengan jalan damai pada abad ke – 7
dan mengalami perkembangannya pada abad 13. Sebagai pemegang peranan dalam
penyebaran Islam adalah bangsa Arab, bangsa Persia dan Gujarat (India).
C. Proses masuknya Islam ke Indonesia
Proses masuknya islam dilakukan secara damai dan
dilakukan dengan cara- cara sebagai berikut.
1. Melalui Cara Perdagangan
Indonesia
dilalui oleh jalur perdagangan laut yang menghubungkan antara China dan daerah
lain di Asia. Letak Indonesia yang sangat strategis ini membuat lalu lintas
perdagangan di Indonesia sangat padat karena dilalui oleh para pedagang dari
seluruh dunia termasuk para pedagang muslim. Pada perkembangan selanjutnya,
para pedagang muslim ini banyak yang tinggal dan mendirikan perkampungan islam
di Nusantara. Para pedagang ini juga tak jarang mengundang para ulama dan
mubaligh dari negeri asal mereka ke nusantara. Para ulama dan mubaligh yang
datang atas undangan para pedagang inilah yang diduga memiliki salah satu peran
penting dalam upaya penyebaran Islam di Indonesia.
2.
Pendekatan politik
Masuknya
Islam melalui saluran ini dapat terlihat ketika Samudera Pasai menjadi
kerajaan, banyak sekali penduduk yang memeluk agama Islam.Proses seperti ini
terjadi pula di Maluku dan Sulawesi Selatan, kebanyakan rakyat masuk Islam
setelah raja mereka memeluk Islam terlebih dahulu. Pengaruh politik raja sangat
membantu tersebarnya Islam di daerah ini. Dari sini dapat dikatakan pula bahwa
kemenangan kerajaan Islam secara politis banyak menarik penduduk kerajaan yang
bukan muslim untuk memeluk agama Islam.
3.
Melalui
Perkawinan
Bagi
masyarakat pribumi, para pedagang muslim dianggap sebagai kelangan yang
terpandang. Hal ini menyebabkan banyak penguasa pribumi tertarik untuk
menikahkan anak gadis mereka dengan para pedagang ini. Sebelum menikah, sang
gadis akan menjadi muslim terlebih dahulu. Pernikahan secara muslim antara para
saudagar muslim dengan penguasa lokal ini semakin memperlancar penyebaran Islam
di Nusantara.
4.
Melalui
Pendidikan
Pengajaran
dan pendidikan Islam mulai dilakukan setelah masyarakat islam terbentuk.
Pendidikan dilakukan di pesantren ataupun di pondok yang dibimbing oleh guru
agama, ulama, ataupun kyai. Para santri yang telah lulus akan pulang ke kampung
halamannya dan akan mendakwahkan Islam di kampung masing-masing.
5.
Melalui
Kesenian
Wayang
adalah salah satu sarana kesenian untuk menyebarkan islam kepada penduduk
lokal. Sunan Kalijaga adalah salah satu tokoh terpandang yang mementaskan
wayang untuk mengenalkan agama Islam. Cerita wayang yang dipentaskan biasanya
dipetik dari kisah Mahabrata atau Ramayana yang kemudian disisipi dengan
nilai-nilai Islam.
6.
Pengobatan
Pengobatan
menjadi salah satu cara para ulama dalam menyebarkan islam kepada masyarakat
Indonesia. Hal ini tidak hanya dilakukan kepada msyarakat awam pedesaan tetapi
juga kepada para bangsawan bahkan raja dan keluarganya. Beberapa raja dan
keluarganya pun masuk Islam setelah diobati oleh para ulama, yang kemudian
diikuti oleh rakyatnya.
D. Kerajaan-Kerajaan Islam di Indonesia
1.
Kerajaan Samudera Pasai
Kerajaan
Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam yang pertama kali tercatat sebagai
kerajaan Islam di Nusantara. Mengenai awal dan tahun berdirinya kerajaan ini
belum diketahui secara pasti. Akan tetapi dikatakan bahwa sebelum Samudra Pasai
berkembang, sudah ada pusat pemerintahan Islam di Peureula (Perlak) pada
pertengahan abad ke-9. Perlak berkembang sebagai pusat perdagangan, tetapi
setelah keamanannya tidak stabil maka banyak pedagang yang mengalihkan
kegiatannya ke tempat lain yakni ke Pasai, akhirnya Perlak mengalami
kemunduran. Dengan kemunduran Perlak, maka tampillah seorang penguasa lokal
yang bernama Marah Silu dari Samudra yang berhasil mempersatukan daerah Samudra
dan Pasai. Dan kedua daerah tersebut dijadikan sebuah kerajaan dengan nama
Samudra Pasai. Kerajaan Samudra Pasai terletak di Kabupaten Lhokseumauwe, Aceh
Utara, yang berbatasan dengan Selat Malaka.
2.
Kerajaan Demak
Dengan berkembangnya Islam di Demak, maka Demak dapat
berkembang sebagai kota dagang dan pusat penyebaran Islam di pulau Jawa. Hal
ini dijadikan kesempatan bagi Demak untuk melepaskan diri dengan melakukan
penyerangan terhadap Majapahit. Setelah Majapahit hancur maka Demak berdiri
sebagai kerajaan Islam pertama di pulau Jawa dengan rajanya yaitu Raden Patah.
Kerajaan Demak secara geografis terletak di Jawa Tengah dengan pusat
pemerintahannya di daerah Bintoro di muara sungai Demak, yang dikelilingi oleh
daerah rawa yang luas di perairan Laut Muria. (sekarang Laut Muria sudah
merupakan dataran rendah yang dialiri sungai Lusi). Bintoro sebagai pusat
kerajaan Demak terletak antara Bergola dan Jepara, di mana Bergola adalah
pelabuhan yang penting pada masa berlangsungnya kerajaan Mataram (Wangsa
Syailendra), sedangkan Jepara akhirnya berkembang sebagai pelabuhan yang
penting bagi kerajaan Demak.
3.
Kerajaan Banten
Setelah Banten diislamkan oleh Fatahillah maka daerah
Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasannudin, sedangkan Fatahillah
sendiri menetap di Cirebon, dan lebih menekuni hal keagamaan. Dengan
diberikannya Banten kepada Hasannudin, maka Hasannudin meletakkan dasar-dasar pemerintahan
kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama, memerintah tahun
1552 – 1570. Lokasi kerajaan Banten terletak di wilayah Banten sekarang, yaitu
di tepi Timur Selat Sunda sehingga daerahnya strategis dan sangat ramai untuk
perdagangan nasional. Pada masa pemerintahan Hasannudin, Banten dapat
melepaskan diri dari kerajaan Demak, sehingga Banten dapat berkembang cukup
pesat dalam berbagai bidang kehidupan.
4.
Kerajaan Mataram
Pada awal perkembangannya kerajaan Mataram
adalah daerah kadipaten yang dikuasai oleh Ki Gede Pamanahan. Daerah tersebut
diberikan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yaitu raja Pajang kepada Ki
Gede Pamanahan atas jasanya membantu mengatasi perang saudara di Demak yang
menjadi latar belakang munculnya kerajaan Pajang. Ki Gede Pamanahan memiliki
putra bernama Sutawijaya yang juga mengabdi kepada raja Pajang sebagai komando
pasukan pengawal raja. Setelah Ki Gede Pamanahan meninggal tahun 1575, maka
Sutawijaya menggantikannya sebagai adipati di Kota Gede tersebut. Setelah
pemerintahan Hadiwijaya di Pajang berakhir, maka kembali terjadi perang saudara
antara Pangeran Benowo putra Hadiwijaya dengan Arya Pangiri, Bupati Demak yang
merupakan keturunan dari Raden Trenggono.
Akibat dari perang saudara tersebut, maka
banyak daerah yang dikuasai Pajang melepaskan diri, sehingga hal inilah yang
mendorong Pangeran Benowo meminta bantuan kepada Sutawijaya. Atas bantuan
Sutawijaya tersebut, maka perang saudara dapat diatasi dan karena
ketidakmampuannya maka secara sukarela Pangeran Benowo menyerahkan takhtanya
kepada Sutawijaya. Dengan demikian berakhirlah kerajaan Pajang dan sebagai
kelanjutannya muncullah kerajaan Mataram. Lokasi kerajaan Mataram tersebut di
Jawa Tengah bagian Selatan dengan pusatnya di kota Gede yaitu di sekitar kota
Yogyakarta sekarang.
5.
Kerajaan Gowa-Tallo
Di Sulawesi Selatan pada abad 16 terdapat
beberapa kerajaan di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng.
Masing-masing kerajaan tersebut membentuk persekutuan sesuai dengan pilihan
masing-masing. Salah satunya adalah kerajaan Gowa dan Tallo membentuk
persekutuan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih
dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar sebenarnya adalah ibukota
dari kerajaan Gowa dan sekarang masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi
Sulawesi Selatan. Secara geografis, daerah Sulawesi Selatan memiliki posisi
yang sangat strategis, karena berada di jalur pelayaran (perdagangan
Nusantara). Bahkan daerah Makasar menjadi pusat persinggahan para pedagang baik
yang berasal dari Indonesia Timur maupun yang berasal dari Indonesia Barat.
Dengan posisi strategis tersebut maka kerajaan Makasar berkembang menjadi
kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
6.
Kerajaan Ternate-Tidore
Kerajaan Ternate dan Tidore terletak di kepulauan
Maluku. Maluku adalah kepulauan yang terletak di antara Pulau Sulawesi dan
Pulau Irian. Jumlah pulaunya ratusan dan merupakan pulau yang bergunung-gunung
serta keadaan tanahnya subur. Keadaan Maluku yang subur dan diliputi oleh hutan
rimba, maka daerah Maluku terkenal sebagai penghasil rempah seperti cengkeh dan
pala. Cengkeh dan pala merupakan komoditi perdagangan rempah-rempah yang
terkenal pada masa itu, sehingga pada abad 12 ketika permintaan akan
rempah-rempah sangat meningkat, maka masyarakat Maluku mulai mengusahakan
perkebunan dan tidak hanya mengandalkan dari hasil hutan. Perkebunan cengkeh
banyak terdapat di Pulau Buru, Seram dan Ambon. Dalam rangka mendapatkan rempah-rempah
tersebut, banyak pedagangpedagang yang datang ke Kepulauan Maluku. Salah
satunya adalah pedagang Islam dari Jawa Timur. Dengan demikian melalui jalan
dagang tersebut agamaIslam masuk ke Maluku, khususnya di daerah-daerah
perdagangan seperti Hitu di Ambon, Ternate dan Tidore.
Selain melalui perdagangan, penyebaran Islam di Maluku
dilakukan oleh para Mubaligh (Penceramah) dari Jawa, salah satunya Mubaligh
terkenal adalah Maulana Hussain dari Jawa Timur yang sangat aktif menyebarkan
Islam di maluku sehingga pada abad 15 Islam sudah berkembang pesat di Maluku.
Dengan berkembangnya ajaran Islam di Kepulauan Maluku, maka rakyat Maluku baik
dari kalangan atas atau rakyat umum memeluk agama Islam, sebagai contohnya Raja
Ternate yaitu Sultan Marhum, bahkan putra mahkotanya yaitu Sultan Zaenal Abidin
pernah mempelajari Islam di Pesantren Sunan Giri, Gresik, Jawa Timur sekitar
abad 15. Dengan demikian di Maluku banyak berkembang kerajaan-kerajaan Islam.
Dari sekian banyak kerajaan Islam di Maluku, kerajaan Ternate dan Tidore
merupakan dua kerajaan Islam yang cukup menonjol peranannya, bahkan saling
bersaing untuk memperebutkan hegemoni (pengaruh) politik dan ekonomi di kawasan
tersebut.[5]
[1]
Harun Nasution, Pembaharuan
Dalam Islam ( Jakarta: Bulan Bintang, 1991), 11
[2] M. Darwin R, Sejarah Peradaban dan Kebudayaan Islam .
20113. H.122
[3] Abdillah F Hasan, Tokoh-Tokoh
Mashur Dunia Islam (Surabaya: Jawara Surabaya), 265-266.
[4]
Suyoto, Al-Islam 2, cet.II, 1992, Malang: Pusat
Dokumentasi dan Kajian al-Islam
Kemuhammadiyahan Univ. Malang. hal. 202
[5] Sardiman, Sejarah 2 (Perpustakaan Nasional : Katalog Dalam Terbitan (KDT).
2008. H. 81