Selagi usia Rasulallah shalallahu Alaihi Wasallam hampir
mencapai 40 tahun, sesuatu yang paling disukai adalah mengasingkan diri. Dengan
membawa roti dari gandum dan air beliau pergi ke gua Hira di Jabal Nur, yang
jaraknya kira-kira 2 mill dari mekkah. Pilihan beliau untuk mengasingkan diri
ini termasuk satu sisi dari ketentuan Allah atas diri beliau, sebagai langkah
persiapan untuk menunggu urusan besar yang sedang ditunggunya.
Begitulah Allah mengatur dan mempersiapkan kehidupan
Muhammad saw, untuk mengemban amanat yang besar , merubah wajah dunia dan
meluruskan garis sejarah. Allah telah mengatur pengasingan ini selama tiga
tahun bagi Muhammad saw sebelum membebaninya dengan risalah. Pada bulan ramadhan
pada tahun ke tiga dari masa pengasingannya di goa hiro, Allah berkehendak
untuk melimpahkan rahmatnya kepada penghuni, memuliakan beliau dengan nubuah
dengan menurunkan malaikat jibril dengan membawa ayat-ayat Al-Qur’an.[1]
Tatkala ia sedang dalam keadaan tidur di gua hiro, ketika
itulah datang malaikat membawa sehelai lembaran seraya berkata kepadanya
(bacalah) dengan terkejut Muhammad menjawab (saya tidak dapat membaca). Ia
merasa seolah malaikat itu mencekiknya kemudian dilepaskan lagi seraya berkata
lagi (bacalah) masih dalam ketakutan akan dicekik lagi Muhammad menjawab (apa
yang harus saya baca) seterusnya malaikat itu berkata
Artinya:“bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang telah
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan
Tuhanmu itu maha mulia. Dia telah mengajar dengan Qalam. Allah telah mengajar
manusia apa yang tidak mereka ketahui. Dengan wahyu pertama itu, berarti
Muhammad telah dipilih Allah sebagai Nabi. Dalam wahyu pertama ini dia belum
diperintahkan untuk menyeru manusia kepada suatu agama”. QS 96: 1-5[2]
Muhammad terdiam bak patung dan tubuhnya gemetar. Ia
menyimak kalimat itu denga susah payah. Usia beliau saat itu 40 tahun, 6 bulan,
12 hari berdasarkan penanggalan hijriyah, atau sekitar 39 tahun, 3 bulan, 20
hari menurut penanggalan masehi. Malam itu adalah awal masa kenabian Muhammad.
B.
Dakwah Nabi Muhammad SAW di Mekkah
Dalam menjalankan dakwahnya di Mekkah, ada dua fase yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad, yaitu dakwah secara sembunyi-sembunyi dan dakwah
secara terang-terangan.
Dakwah secara sembunyi-sembunyi
Nabi Muhammad saw memulai dakwahnya setelah menerim
perintah Allah swt.
“hai orang-orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah
peringatan dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan
dosamu tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh
balasan yang lebih banyak. Dan untuk memenuhi perintah tuhanmu bersabarlah.”
(QS. Al-Mudatsir: 1-7)
Pada mulanya Nabi saw berdakwah kepada orang-orang
terdekatnya, kemudian kepada sahabat-sahabat karibnya. Dia menyeru kepada agama
islam. Beberapa anggota sahabat dan keluarganya memenuhi seruan Nabi, mereka
adalah Khadijah, Zaid bin Harits, Ali bin Abi Thalib, dan Abu Bakar As-Syidiq.[3]
C.
Tokoh-tokoh Assabiquna Awwalun (golongan pertama yang
masuk Islam)
Dalam QS. At-Taubah Allah swt berfirman:
Artinya: orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
dari golongan Muhajirin, dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan
baik, Allah ridho kepada mereka, dan Allah menyediakan baginya surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selam-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.
Itulah kemenangan yang besar.
1.
Khadijah binti Khuwailid
2.
Ali bin Abi Thalib
3.
Abu Bakar As-Syidiq
4.
Zaid bin Haritsah
5.
Utsman bin Affan
6.
Zubair
7.
Sa’ad bin Abi Waqash
8.
Thalhah bin Ubaidillah
9.
Abdurrahman bin Auf
10. Abu Ubaidah
bin Al-Jarrah
11. Abu Salamah
bin Abdul Asad
12. Arqom bin
Abil Arqom
13. Utman bin
Madz’un
14. Ubaidah bin
Al-Harits
15. Said bin Zaid
bin amru
16. Asma’ binti
As-Shadiq
17. Khabab bin
Al-Arat Al-Khaza’i
18. Amir bin Abi
Waqash
19. Abdullah bin
Mas’ud
20. Mas’ud bin
Rabiah
|
21. Sulaith bin
Amru
22. Ilyas bin Abi
Robiah
23. Khunasis bin
Khudafah As-Sahmi
24. Amir bin
Rabiah
25. Abdullah bin
Jahsy
26. Ja’far bin
Abi Thalib
27. Hathib bin
Harits
28. Waqid bin
Abdullah
29. Khalid
30. Amir
31. Aqil
32. Amar bin Yasar
33. Shohib bin
Sinan
34. Khalid bin
Said
35. Abbas bin
Abdul Muthalib
36. Abdullah bin
Rawahah
37. Mus’ab bin
Umair
38. Aisyah
39. Mus’adz bin
jabal
40. Arwa’ binti
kuraiz
|
D.
Kondsi masyarakat arab pra islam
1. Kepercayaan masyarakat arab sebelum islam
Pada awalnya, masyarakat mekkah adalah penganut agama
tauhid yang dibawa oleh Nabi Ibrahim as. Kemudian dilanjutkan oleh putranya Nbi
Ismail as. Perjalanan Nabi Ibrahim, Siti Hajar (istrinya), dan Nabi Ismail
(putranya) membuahkan sejumlah ajaran dan kebudayaan Islam yang sampai sekarang
terpelihara, seperti ka’bah, maqom Ibrahim, dan peristiwa qurban. Bahkan proses
perjalanan keluarga ini dinapaktilasi umat islam dalam salah satu rukun haji.
Setelah Nabi Ismail as. Wafat, masyarakat arab mulai
pindah menyembah selain Allah. Proses perpindahan kepercayaan itu berasal dari
Amir bin Lubai seorang pembesar suku Khuza’ah yang melakukan perjalanan ke syam
(syiria). Mereka melihat penduduk syam beribadah dengan menyembah berhala. Dia
tertarik umtuk mempelajarinya di mekkah. Dia membawa berhala yang diberi nama
Hubal dan diletakkan di ka’bah. Berhala Hubal menjadi pimpinan dari berhala
yang lainnya seperti Latta, Uzza dan Manna.
Dia mengajarkan kepada masyarakat mekkah bagaimana cara
menyembah berhala. Sehingga masyarakat mekkah yakin bahwa berhala adalah
perantara untuk mendekatkan diri kepada tuhannya. Sejak saat itulah mereka
membuat berhala-berhala hingga berjumlah 360 berhala dan di letakkan
mengelilingi ka’bah. Dan mulailah kepercayaan baru masuk ke masyarakat mekkah
dan kota mekkah menjadi pusat penyembahan berhala.
Ketika melaksanakan haji, bangsa arab melihat
berhala-berhala itu disekitar ka’bah. Mereka bertanya alasan menyembah berhala.
Para pembesar menjawab bahwa berhala-berhala itu adalah perantara untuk
mendekatkan diri kepada tuhan.setelah itu mereka kembali ke daerahnya dan
meniru cara ibadah masyarakat mekkah. Mulailah kepercayaan baru menyebar di
seluruh jazirah Arab.
Imam bukhari meriwayatkan hadis denagn sanad dari Ibnu
Abbas yang berbunyi: patung-patung yang ada pada zaman Nabi Nuh as.
Merupakan patung-patung yang disembah pula dikalangan bangsa Arab setelah itu.
Adapun Wudd adalah patung berhala yang disembah oleh suku Kaib di Daumatul
Jandal. Suwa adalah sesembahan Hudzail. Yoghuts adalah sesembahan suku Murad,
kemudian berpindah ke Bani Ghatifdi di lereng bukit yang terletak di kota Saba.
Adapun Ya’uq adalah sesembahan suku Hmdan, Nasr
sesembahan suku Himyar dan keluarga Dzi Kila’. Padahal nama-nama itu adalah
nama orang-orang shalih di zamana Nabi Nuh as. Setelah mereka wafat, setan
membisikkan kaum yang shalih supaya di buat patung-patung mereka di
tempat-tempat pertemuan dan menamainya sesuai dengan nama-nama mereka.
Patung-ptung itu tidak disembah sebelum orang-orang shalih itu mati dan ilmunya
telah hilang. Dari situlah, penyembahan terhadap berhala-berhala mulai.
Masa itu disebut Jahiliyyah. Jahiliyah bukan
berarti mereka bodoh dari keilmuannya, namun mereka bidih dari keimanan kepada
Allah swt seperti yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim as. Mereka menyimpangkan
ajaran Nabi Ibrahim as. Adapun faktor-faktor penympangan tersebut adalah:
a. Adanya kebutuhan terrhadap tuhan yang selalu
bersama mereka terutama saat mereka membutuhkan.
b. Kecederungan kuat mengagungkan leluhur yang
telah berjasa terutama kepala kabilah nenek moyang mereka.
c. Rasa takut yang kuat menghadapi kekuatan alam
yang menimbulkan bencana mendorong mereka mencari kekuatan lain diluar islam.
Disamping kepercayaan terhadap penyembahan
berhala, ada kepercayaan lain yang berkembang di mekkah yaitu:
a. Menyembah malaikat
Sebagian besar masyarakat arab menyembah dan menuhankan
malaikat. Bahkan sebagian masyarakat beranggapan bahwa malaikat adalah putri
tuhan
b. Menyembah jin, ruh, dan hantu
Sebagian masyarakat arab menyembah jin, hantu, dan ruh
leluhur mereka. Mereka mengadakan sesajian berupa kurban binatang sebagai bahan
sajian supaya mereka terhindar dari bahaya dan bencana.
Di saat-saat islam yang dibawa Nabi Muhammad saw. Akan
datang beberapa orang telah berusaha untuk tidak enyembah berhala lagi dan
berbalik menyebarkan ajaran tauhid yang dibawa Nabi Ibrahim as. Diantara mereka
adalah Waraqah bin Naufa, Umayyah bin Shalt, Qus Saidah, Usman bin Khuairis,
Abdullah bin Jahsyi, dan Zainal bin Umar, mereka adalah kelompok yang menentang
tradisi menyembah berhala. Namun mereka meninggal sebelum datangnya islam.
2. Kondisi sosial masyarakat Mekkah sebelum Islam
Bangsa arab memiliki karakter yang posiif seperti
pemberani, ketahanan fisik, kekuatan daya ingat, hormat akan harga diri dan
martabat, penganut kebebasan, loyal terhadap pemimpin, pola hidup sederhana,
ramah, ahli syair dan sebagainya. Tapi karakter baik mereka terkikis oleh kejahiliyahan
mereka.
Mereka melakukan kebiasaan buruk seperti minum kamar
(arak) sampai mabuk, berzina, berjudi, merampok dan sebagainya.mereka
menempatkan perempuan pada kedudukan yang sangat rendah. Perempuan dianggap
sebagai binatang piaraan dan tidak memiliki kehormatan dan keberanian untuk
membela diri. Laki-laki memiliki kebebasan untuk menikahi dan menceraikan
semaunya.
Tradisi yang terburuk adalah mengubur anak perempuan
mereka secara hidup-hidup. Mereka merasa
malu dan terhina memiliki anak perempuan dan marah jika istrinya
melahirkan anak perempauan. Mereka meyakini bahwa anak perempuan akan membawa
kemiskinan dan kesengsaraan.
Selain itu, sistem perbudakan berlaku di
masyarakat arab. Para majikan memiliki kebebasan untuk memperlakukan budaknya,
bahkan memperlakuan budaknya seperti binatang dan barang dagang yang bisa
dijual atau dibunuh.posisi budak tidak memiliki kebebasan hidup yang layak dan
manusiawi.
2. Kondisi ekonomi masyarakat Mekkah sebelum
Islam
Bangsa Arab memiliki mata pencaharian bidang perdagangan,
pertanian dan peternakan. Peternakan menjadi sumber kehidupan bagi Arab Badui.
Mereka berpindah-pindah menggiring ternaknya ke daerah yang sedang musim hujan
atau ke padang rumput. Mereka mengkonsumsi daging dan susu dari ternaknya.
Serta membuat pakaian dan kemanya dari bulu domba. Jika telah terpenuhi
kebutuhannya, mereka menjualnya kepada orang lain. Orang kaya di kalangan
mereka terlihat dari banyak hewan ternaknya.[4]
Selain Arab Badui, ebagian masyarakat perkotaan yang
menjadikan peternakan sebagai ladang penghidupan. Ada yang menjadi penggembala
ternak milik sendiri, ada juga yang menggemabala ternak milik orang lain.
Seperti Nabi Muhammad saw, ketika tinggal di suku Bani Sa’ad, beliau seorang
penggembala kambing, begitu juga Umar bin Khaththab, Ibnu Mas’ud dan lain
sebagainya.
Adapun masyarakat perkotaan yang tinggal di daerah yang
subur seperti Yaman, Thaif, Madinah, Najd, Khaibar atau yang lainnya, mereka
menggantungkan sumber kehidupan pada pertanian. Selain pertanian, mayoritas
dari mereka memilih perniagaan sebagai mata pencaharian, khususnya penduduk
Mekkah. Mereka memiliki pusat perniagaan istimewa. Penduduk Mekkah memiliki
kedudukan tersendiri dalam perdagangan orang-orang Arab. Yaitu mereka penduduk
negeri Haram (Mekkah). Orang-orang Arab lain tidak akan mengganggu mereka, juga
tidak akan mengganggu perniagaan mereka. Allah swt telah menganugrahkan hal itu
kepada mereka. Allah swt berfirman dalam QS al-Ankabut [29] : 67
اَوَلَمْ
يَرَوْاَنَّاجَعَلْنَاحَرَمًاآمِنًاوَيُتَغَطَّفُ النَّاسُ مِنْ حَوْلِحِمْ
اَفَبِالْبَاطِلِ يُؤْمِنُوْنَ وَبِنِعْمَتِ اللهِ يَكْفُرُوْنَ◌
Artinya : dan apakah mereka tidak
memperhatikan, bahwa sesungguhnya kami telah menjadikan (negeri mereka) tanah
suci yang aman, sedang manusia sekitarnya rampok-merampok. Maka mengapa
(sesudah nyata kebenaran) mereka masih percaya kepada yang bathil dan ingkar
kepada nikmat Allah?
Suku Quraisy adalah penduduk mekkah yang
memegang peranan dalam perniagaan di jazirah arab. Mereka mendapatkan
pengalaman dari orang-orang Yaman yang pindah ke Mekkah. Orang-orang Yaman
terkenal keahliannya dalam bidang perniagaan. Selain itu kota Mekkah memiliki
ka’bah sebagai tempat orang-orang di Jazirah Arab melaksanakan haji. Mereka
datang untuk melaksanakan hji tiap tahun.
Kebiasaan orang-orang quraisy mengadakan
perjalanan dagangnya ke daerah-daerah lain. Allah swt mengabadikan perjalanan
dagang mereka sebagai perjalanan dagang yang terkenal. Yaitu perjalan musim
dingin menuju Yaman, dan sebaliknya pada musim panas menuju Syam. Allah
berfirman:
لِأِيْلاَفِ
قُرَيْشٍ◌إِيْلاَفِهِمْ رِحْلَتَ الشِّتَآءِوَالصَّيْفِ◌فَلْيَعْبُدُوارَبَّ
هٰذَالْبَيْتِ◌الَّذِى اَطْعَمَهُمْ مِّنْ جُوْعٍ وَءَمَنَهُمْ مِّنْ خَوْفٍ◌
Artinya: karena kebiasaan orang-orang Quraisy.
(yaitu) bepergian pada musim dingin dan musim panas. Maka hendaklah mereka
menyembah Tuhan pemilik rumah ini (ka’bah). Yang telah memberikan makan mereka
untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. (QS Quraisy
[106] : 1-4)
Dalam bidang ekonomi, riba sudah menjadi
tradisi dan lazim dipraktikkan di Jazirah Arab. Bahkan Mekkah sebagai pusat
sudah terpengaruhi sistem riba. Hal ini bisa terjadi karena terpengaruh dengan
sistem perdagangan yang dilakukan oleh bangsa lain.[5]
Adapun alat transportasi pada zaman itu adalah
unta, yang dianggap sebagai perahu padang pasir. Unta merupakan kendaraa yang
menakjubkan. Unta memiliki kekuatan yang tangguh, mampu menahan haus dan mampu
melakukan perjalanan yang jauh.
Unta-unta ini pergi membawa barang dagangan dari suatu negeri ke negeri lain
untuk diperjual belikan.
3. Kondisi politik Masyarakat Arab Sebelum Islam
Sebelum datangnya Islam, ada tiga kekuatan politik besar
yang mempengaruhi politik Arab, yaitu kekaisaran Nasrani Byzantium, kekaisaran
persia yang menganut agama Zoroaster, serta dinasti Himyar yang berkuaa di Arab
bagian selatan.
Kekaisaran Byzantium dan kekaisaran romawi timur dengan
ibukota konstantinopel, bekas Imperium Romawi masa klasik. Pada permulaan abad
ke-7, wilayah imperium meliputi asia kecil, syiria, mesir, dan sebagian daerah
italia, serta sejumlah wilayah dipesisir Afrika Utara juga berada di bawah
kekuasaannya..
Sedangkan kekaisaran pesia berada di bawah kekuasaan dinasti sasanid (Sasaniyah).
Ibukota persia adalah al-madana’interletak sekitar 20 mil sebelah tenggara kota
Baghdad yang sekarang. Wilayah kekasaannya terbentang dari Irak dan Mesotopamia
hingga pedalaman Iran hingga Afganistan.
Kondisi politik jazirah Arab terdiri dari dua hal, pertama,
interaksi dunia Arab dengan kekaisaran Byzantium dan persia. Kedua,
persaingan antara agama Yahudi, Nasrani, dan Zoroater.
[1] Syeh shafiurrohman al
mubarok furi, siroh namawiyah, (alkautsar buku islam utama, 2006), hlm 89-90
bagaimana proses pengnkatan nabi Muhammad sebagai nabi dan rasol
BalasHapus